Film Merah Putih Banjir Kritikan, Komisi X Dorong Industri Kreatif Evaluasi

Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani. Dok. Tangkapan Layar

Film Merah Putih Banjir Kritikan, Komisi X Dorong Industri Kreatif Evaluasi

Fachri Audhia Hafiez • 11 August 2025 15:40

Jakarta: Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani mendorong para pelaku industri kreatif mengevaluasi film animasi lokal Merah Putih: One For All untuk menghadirkan kembali karya yang lebih hebat. Film tersebut banjir kritikan publik setelah perilisan trailernya baru-baru ini.

"Bagi kami, silahkan nanti para pelaku industri kreatif untuk lebih mengevaluasi, kemudian belajar dari pengalaman ini untuk menghadirkan kembali karya-karya dalam industri kreatif yang lebih hebat," kata Lalu kepada Metrotvnews.com melalui video, Senin, 11 Agustus 2025.

Dia mengatakan kritik yang hadir di tengah masyarakat itu bentuk tanggapan dan respons terhadap karya anak bangsa. Lalu tetap mengapresiasi karya anak bangsa tersebut. Terlebih, tema dari film tersebut mengangkat soal persatuan di momen HUT ke-80 RI.

"Tetap kita dukung, apapun itu kritikan, saran dan masukan bagi film ini tetap kita terus mendukung anak bangsa untuk mengembangkan industri kreatif," ujar Lalu.

Film animasi lokal Merah Putih: One For All tengah menjadi sorotan publik setelah perilisan trailernya baru-baru ini. Alih-alih mendapat sambutan positif, film ini justru menuai kritik pedas dari warganet hingga praktisi industri kreatif.

Salah satu kritik terbesar tertuju pada kualitas visual yang dinilai kaku, ekspresi minim, serta detail grafis yang disebut mirip game era PlayStation 2. Banyak yang menyayangkan hasil ini, mengingat film tersebut diproyeksikan tayang di bioskop dan membawa tema nasionalisme.

Beberapa penonton membandingkannya dengan film animasi lokal lain seperti Jumbo, yang dinilai jauh lebih unggul dari segi grafis maupun storytelling.

Baca Juga: 

Film Animasi Merah Putih: One For All Tuai Kritikan Tajam, Ini Deretan Alasannya

Premis Merah Putih: One For All menceritakan petualangan sekelompok anak dalam mencari bendera pusaka. Namun, alur cerita ini dianggap datar, penuh klise, dan mirip narasi iklan layanan masyarakat ketimbang film edukatif yang menyentuh hati.

Kritik juga datang pada dialog yang terdengar kaku. Banyak warganet menduga penggunaan suara berbasis AI, karena intonasi terdengar datar dan tidak sinkron dengan gerakan bibir.

Tak hanya visual dan cerita, film animasi garapan produser Toto Soegriwo juga disorot karena dugaan penggunaan aset 3D yang dibeli dari platform seperti Reallusion. Karakter dalam film terlihat memiliki kemiripan mencolok dengan model yang dijual di Content Store, sehingga menimbulkan pertanyaan soal orisinalitas.

Yang membuat publik makin terheran adalah informasi bahwa biaya produksi film ini mencapai sekitar Rp6,7 miliar. Angka tersebut dinilai tidak sebanding dengan hasil trailer yang dirilis, sehingga memunculkan tanda tanya terkait alokasi dana produksi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)