Kanselir Jerman Friedrich Merz. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 18 November 2025 10:01
Berlin: Kanselir Jerman Friedrich Merz menegaskan pada Senin, 17 November, bahwa Uni Eropa perlu bertransformasi menjadi sebuah aliansi pertahanan Eropa di tengah meningkatnya tantangan keamanan global.
Berbicara dalam sebuah forum bisnis yang diselenggarakan harian Suddeutsche Zeitung, Merz mengatakan Eropa harus mengambil langkah baru menghadapi perang di Ukraina, perubahan dalam hubungan Euro-Atlantik, serta sikap Tiongkok yang makin agresif.
“Kita tidak bisa lagi bergantung pada AS untuk membela kita, pada Tiongkok untuk memasok bahan mentah, atau pada Rusia untuk suatu saat kembali ke jalur perdamaian. Dunia berubah, dan Eropa harus merespons,” ujarnya, seperti dikutip Anadolu Agency, Selassa, 18 November 2025.
Menurut Merz, transformasi itu merupakan kebutuhan mendesak.
“Kita menghadapi tantangan internasional yang harus kita tangani bersama sebagai orang Eropa dengan kemampuan untuk mempertahankan diri,” tegasnya.
Merz menambahkan bahwa Jerman, sebagai ekonomi terbesar dan negara berpenduduk paling banyak di UE, harus memikul tanggung jawab lebih besar.
“Kami memikul tanggung jawab jauh lebih besar daripada siapa pun untuk mengambil peran kepemimpinan di dalam UE. Namun itu hanya menjadi slogan kosong jika tidak diisi dengan tindakan,” katanya.
Hubungan Retak dengan Pemain Global
Merz menyebut Rusia sebagai ancaman terbesar bagi
Eropa, menilai tindakan Moskow melampaui Ukraina melalui serangan hibrida harian yang menyasar demokrasi liberal Eropa.
“Ancaman terhadap Ukraina bukan sekadar ancaman teritorial terhadap sebuah negara Eropa. Ini ancaman terus-menerus terhadap demokrasi, kebebasan, serta cara hidup dan bekerja kita,” ujarnya.
Ia menuding Rusia melakukan pelanggaran ruang udara dengan drone serta serangan siber terhadap bisnis-bisnis Eropa dan Jerman. Moskow secara konsisten membantah tuduhan tersebut, meski insiden serupa semakin sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Berbicara mengenai hubungan transatlantik, Merz menyoroti memburuknya relasi di bawah Presiden AS Donald Trump, khususnya terkait kebijakan luar negeri sepihak dan pemberlakuan tarif yang menargetkan ekonomi Eropa.
“Perselisihan tarif dengan AS jauh lebih dari sekadar perbedaan dagang. Itu membuka keretakan besar di seberang Atlantik, mempertanyakan banyak hal, nyaris segalanya yang selama puluhan tahun kita anggap benar dan penting dalam hubungan transatlantik,” katanya.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perkembangan geopolitik di Asia Tenggara, mengemukakan bahwa “Tiongkok semakin represif di dalam negeri dan lebih agresif ke luar,” sehingga menempatkan hubungan Eropa–Beijing pada jalur yang kian sulit.
Perubahan Tatanan Dunia
Menutup pidatonya, Merz menyatakan bahwa dunia kini berada pada titik balik yang menandai berakhirnya tatanan global lama dan munculnya sistem baru. Ia menilai perubahan itu memberi Eropa pilihan antara menjadi penonton atau ikut membentuk arah tatanan baru tersebut.
“Kita sedang menyaksikan pergeseran fundamental dalam kekuatan politik dan ekonomi global, sehingga kita harus menentukan apakah ingin tetap menjadi objek pasif atau menjadi pelaku aktif dalam membentuk tatanan politik masa depan,” ujarnya.
“Kita belum tahu seperti apa bentuknya dalam beberapa tahun ke depan. Tetapi kita dengan cukup yakin mengetahui bahwa tatanan yang dialami Barat selama 80 tahun terakhir kini telah berakhir,” katanya.
Merz menekankan pentingnya reformasi dan persatuan UE agar mampu menjadi aktor besar dalam konfigurasi global yang baru.
“Jika kita ingin membentuk tatanan dunia baru itu, maka hal itu hanya bisa dilakukan di Eropa, bersama para tetangga kita,” ujarnya, kembali menyerukan kerja sama ekonomi dan pertahanan yang lebih erat dengan negara-negara non-UE seperti Inggris, Turki, dan Norwegia.
Baca juga:
Kanselir Merz: Pemuda Ukraina Seharusnya Bela Negara, Bukan ke Jerman