Penggunaan AI Dalam Industri Jurnalistik Perlu Pengawasan Ketat

Seminar Nasional ‘Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045’ di Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.

Penggunaan AI Dalam Industri Jurnalistik Perlu Pengawasan Ketat

Whisnu Mardiansyah • 20 August 2025 17:07

Jakarta: Analis Politik Media Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), Salma Nihru disrupsi teknologi sudah merambah dalam industri jurnalistik di Tanah Air. Penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelegenceAI menjadi hal lazim namun perlu pengawasan ketat dalam penggunaannya dan transparan ke publik sebagai penerima informasi.

Salma menerangkan media massa di Indonesia mulai memanfaatkan AI untuk menunjang kerja-kerja jurnalistik. Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa proses
pengembangan AI di ruang redaksi tetap membutuhkan pengawasan yang ketat guna mencegah terjadinya misinformasi, terutama di negara dengan tingkat literasi rendah seperti Indonesia.

"Selain itu, tingkat keterbukaan terhadap teknologi AI masyarakat Indonesia juga cukup tinggi. Kondisi yang tidak disertai dengan kemampuan kritis untuk memilah informasi ini berpotensi memperbesar risiko penyebaran misinformasi dalam jangka panjang," kata Salma dalam Seminar Nasional ‘Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045’ di Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.

Salma menambahkan, ketimpangan relasi antara media dan platform digital juga belum diatur secara adil. Ditambah lemahnya regulasi negara dan kerentanan posisi media dalam hal pendanaan serta verifikasi. Ini katanya menunjukkan bahwa arah perkembangan ini masih lebih berpihak pada kepentingan ekonomi dan korporasi ketimbang kepentingan publik.

Padahal kata dia, media memainkan peran krusial dalam menopang tumbuhnya demokrasi yang sehat. Menurutnya, ada lima fungsi utama media dalam meningkatkan nilai demokrasi.

“Menyampaikan informasi, mengawasi kekuasaan, fasilitator perdebatan, forum pertukaran perspektif, menyajikan keragaman representasi. Serta mewadahi partisipasi publik,” kata Salma.
 

Baca: Akademisi Minta Regulasi Platform Digital Dipisah dengan UU Penyiaran

Di lain hal, Salma menggarisbawahi kebebasan pers dalam perjalanan media massa di Indonesia. Kebebasan media katanya, kerap terhambat oleh intervensi negara serta kepentingan segelintir elite politik.

“Media juga menghadapi disrupsi teknologi. Hal itu mengubah pola produksi, distribusi, dan konsumsi informasi,” ujar Salma.

Selain itu, Salma pun menerangkan, perjalanan media massa pada orde lama pada tahun 1949-1965. Pada permulaan kemerdekaan, dijelaskannya, media massa senantiasa lantang menyuarakan perjuangan di tengah tekanan Belanda dan Jepang. 

“Setelah pengakuan kedaulatan, jumlah media cetak melonjak, partai pun kian masif mendirikan media massa. Menjadikannya subjek dan objek politisasi menjelang Pemilu 1955,” tukas Salma. 

Menurut Salma, situasi ini memunculkan ‘hidden type of soft concentration’. Memasuki era Demokrasi Terpimpin, lanjut Salma, kontrol negara atas media massa semakin menguat.

Pada kesempatan yang sama, Analis Maha Data LAB 45, Ali Nur Alizen mengungkapkan lanskap media massa pascareformasi juga kerap menghadapi berbagai tantangan. Menurutnya, pergerakan media setelah reformasi justru bergerak dari dominasi politik menuju dominasi kapital. 

“Era ini ditandai dengan pergeseran radikal melalui deregulasi yang membuka ruang kebebasan pers. Kebijakan seperti penghapusan SIUPP, pembubaran Departemen Penerangan, pembentukan lembaga independen sebagai regulator media, mengakhiri monopoli negara,” jelas Alizen. 

Meskipun, kata Alizen menyebut teknologi digital membuat dinamika ini semakin rumit. Konvergensi dan ekspansi industri media melalui merger dan akuisisi, katanya, mendorong persaingan ketat yang sulit dihadapi oleh media-media kecil. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)