Kepala Divisi Studi Ekonomi Dunia di Departemen Riset IMF Deniz Igan. Foto: Xinhua/Li Rui.
Husen Miftahudin • 17 October 2025 14:33
Washington: Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi, tetapi juga dapat berdampak buruk pada pasar tenaga kerja jika pemerintah gagal memperkenalkan kebijakan yang tepat.
"Dengan asumsi tidak ada reaksi kebijakan, jika kita membiarkan AI berkembang pesat, hal itu dapat berdampak negatif pada pasar tenaga kerja," kata Kepala Divisi Studi Ekonomi Dunia di Departemen Riset IMF Deniz Igan, mengutip Xinhua, Jumat, 17 Oktober 2025.
Saat ini, perusahaan mengadopsi AI untuk mengurangi jumlah karyawan, kata Igan, sambil mencatat hal itu tidak harus dilakukan seperti itu.
"Alih-alih menggantikan tenaga kerja, AI justru dapat melengkapi apa yang bisa dilakukan manusia. AI dapat membuat pekerja lebih cepat, lebih produktif, dan lebih efisien. Jika itu terjadi, perusahaan akan benar-benar mengadopsi AI, dan seiring dengan itu, mereka akan mempekerjakan lebih banyak pekerja," papar dia.
Menurut laporan Prospek Ekonomi Dunia yang baru saja dirilis IMF, melonjaknya investasi dalam AI saat ini mencerminkan ledakan dot-com pada akhir 1990-an, yang dapat menimbulkan risiko penurunan potensial terhadap ekonomi global. Igan mengatakan dengan setiap inovasi, teknologi baru, ada beberapa 'kegembiraan'.
"Kekhawatiran kami adalah kita mungkin sedang mendekati fase di mana kita berada dalam kondisi booming, dan akan ada kesadaran bahwa ekspektasi tentang seberapa besar peningkatan produktivitas yang dapat dihasilkan AI akan mengecewakan. Dan jika itu terjadi, maka akan terjadi koreksi terhadap valuasi yang saat ini kita lihat di pasar," terang Igan.
"Mungkin kabar baiknya adalah jika teknologi yang kita pikirkan benar-benar transformatif, yang dapat meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang, maka ini hanyalah sebuah koreksi," tambah dia.
Baca juga: Luhut Dorong Penggunaan AI untuk Percepat Izin Usaha |