Kabut asap dari kembang api festival Diewali bercampur dengan emisi kendaraan serta industri di New Delhi, India. (EFE)
Muhammad Reyhansyah • 21 October 2025 20:08
New Delhi: Kabut asap tebal menyelimuti ibu kota India, New Delhi, pada Selasa pagi, 21 Oktober 2025 setelah perayaan Diwali, memicu lonjakan polusi udara ke tingkat yang sangat berbahaya.
Kembang api yang dinyalakan hingga larut malam membuat kualitas udara di sejumlah distrik mencapai indeks di atas 350, angka yang dikategorikan “berbahaya” menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Asap hasil pembakaran petasan bercampur dengan emisi kendaraan dan industri, membentuk lapisan smog yang pekat dan membatasi jarak pandang hingga hanya beberapa meter di berbagai kawasan kota.
“Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Kami tidak bisa melihat apa pun karena polusi,” kata wisatawan Vedant Pachkande kepada Associated Press dan dikutip The National, Selasa, 21 Oktober 2025.
Mahkamah Agung India pekan lalu melonggarkan larangan penuh terhadap petasan di New Delhi dengan mengizinkan penggunaan “petasan hijau” yang diklaim menghasilkan emisi gas dan partikel sekitar 30 persen lebih rendah. Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, pembatasan waktu penyalaan dari Sabtu hingga Selasa sebagian besar diabaikan masyarakat.
New Delhi dan wilayah metropolitan sekitarnya, yang berpenduduk lebih dari 30 juta jiwa, kerap menduduki peringkat teratas kota dengan udara paling tercemar di dunia selama musim dingin. Kondisi ini diperburuk oleh suhu dingin yang menahan polutan di udara serta asap pembakaran sisa tanaman di negara bagian tetangga.
Pemerintah setempat telah memberlakukan sejumlah langkah darurat untuk menekan tingkat polusi, termasuk pembatasan aktivitas konstruksi dan pelarangan sementara penggunaan generator diesel. Namun, para pemerhati lingkungan menilai upaya tersebut belum menyentuh akar persoalan dan menekankan pentingnya penggunaan energi bersih serta pengawasan ketat terhadap emisi kendaraan.
Dampak meningkatnya polusi udara tidak hanya terasa pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada iklim dan produktivitas pertanian. Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di Scientific Reports, jurnal milik Nature Portfolio, menemukan bahwa jam penyinaran matahari di India menurun secara konsisten selama beberapa tahun terakhir akibat meningkatnya konsentrasi partikel aerosol di udara.
“Penurunan ini lebih signifikan di wilayah utara India yang memiliki tingkat polusi lebih tinggi,” kata Manoj K. Srivastava, ilmuwan dari Universitas Hindu Banaras sekaligus salah satu penulis studi tersebut. Ia menjelaskan bahwa berkurangnya intensitas sinar matahari dapat memengaruhi potensi energi surya, hasil pertanian, serta memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Para peneliti menyebutkan, peningkatan partikel aerosol berasal dari emisi industri, pembakaran biomassa, dan polusi kendaraan bermotor. Akumulasi partikel tersebut menghambat penetrasi sinar matahari ke permukaan bumi, memperburuk kualitas udara, dan menambah risiko penyakit pernapasan bagi jutaan warga.
Baca juga: #OnThisDay 21 Oktober, Sejarah Hari Diwali Hingga Menjadi Perayaan Global