Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani. MI/Insi Nantika Jelita.
Insi Nantika Jelita • 13 October 2025 11:48
Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, penghentian sementara kegiatan pemerintahan atau government shutdown di Amerika Serikat (AS) membuat investor asing bersikap lebih hati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Ketidakpastian di perekonomian AS dapat memicu reaksi pasar global, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Ia menjelaskan, lembaga global seperti Moody’s Analytics memperkirakan setiap minggu shutdown bisa memangkas pertumbuhan ekonomi AS. Berkaca dari pengalaman government shutdown 2018-2019 yang berlangsung selama lima minggu dan merupakan yang terlama sepanjang sejarah AS menunjukkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara tersebut.
"Saat ketidakpastian di AS meningkat, investor asing cenderung bersikap hati-hati dan menarik sebagian portofolionya dari pasar negara berkembang," jelas Shinta saat dihubungi Media Indonesia, dikutip Senin, 13 Oktober 2025.
Ia berpandangan government shutdown di Negara Paman Sam berpotensi menimbulkan dampak ke pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Namun, besar-kecilnya dampak sangat tergantung dari berapa lama jangka waktu penutupan atau proses shutdown tersebut.
Shinta menjelaskan jika government shutdown berlangsung dalam waktu singkat, dampaknya cenderung terbatas. Efek yang muncul biasanya hanya berupa peningkatan ketidakpastian sementara, penundaan belanja pemerintah AS, serta terganggunya publikasi data ekonomi resmi. Meski kondisi tersebut dapat memicu sedikit gejolak di pasar global, situasi umumnya akan kembali stabil begitu kesepakatan anggaran tercapai.
Sebaliknya, jika shutdown berlangsung berkepanjangan atau lebih dari 3-4 minggu, dampak dan tekanannya bisa jadi lebih nyata. Konsumsi di AS bisa melemah karena ratusan ribu pegawai federal tidak menerima gaji tepat waktu, kontrak pemerintah dengan swasta tertunda, dan persepsi pasar memburuk.
"Bagi Indonesia, jalur yang paling cepat terasa adalah di pasar keuangan. Nilai tukar rupiah bisa tertekan terhadap dolar AS dan memicu volatilitas di pasar obligasi," tutur Ketum Apindo itu.
Baca Juga :