Tim SAR melakukan evakuasi korban reruntuhan beton musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny Buduran. Dokumentasi/ Basarnas
Surabaya: Proses identifikasi korban musala ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, kini memasuki tahap paling rumit. Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur menghadapi kendala besar akibat kondisi DNA korban yang terus menurun seiring waktu.
Kanit DVI Pusdokkes Polri, Kombes Wahyu Hidajati, mengungkapkan timnya tengah berjuang melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sisa sampel jenazah yang kondisinya sudah tidak sebaik awal proses identifikasi.
“Kalau dibandingkan dengan sampel pada tahap awal, kondisinya dulu masih bagus. Sekarang yang tersisa adalah sampel yang kualitasnya menurun, karena diambil ketika jenazah sudah tidak banyak mengandung DNA,” kata Wahyu, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Menurut Wahyu kondisi tersebut membuat proses identifikasi memakan waktu lebih lama dari biasanya. Ia memperkirakan proses pencocokan DNA dan data antemortem bisa berlangsung hingga satu bulan penuh.
“Kalau DNA-nya sedikit, pemeriksaannya tentu jauh lebih panjang. Kami perkirakan perlu waktu sekitar satu bulan untuk menuntaskan seluruh proses identifikasi korban,” jelas Wahyu.
Meski dihadapkan pada tantangan berat, tim DVI Polda Jatim tetap berupaya maksimal agar setiap korban dapat diidentifikasi secara akurat dan manusiawi.
Selain tes DNA, tim juga mencocokkan data antemortem (data korban sebelum meninggal seperti gigi, sidik jari, dan catatan medis) dengan data postmortem (setelah meninggal) yang telah dikumpulkan dari lapangan.
“Namun, semakin lama waktu berjalan, tingkat kesulitannya juga meningkat. Kami sudah memasuki fase paling sulit dari seluruh proses ini,” kata Wahyu.
Ia pun berharap keluarga korban bisa memahami kondisi tersebut dan tetap bersabar menunggu hasil akhir dari pemeriksaan. “Kami bekerja seoptimal mungkin. Mohon doa dan kesabaran dari keluarga agar proses ini berjalan lancar dan semua korban bisa teridentifikasi,” ujar Wahyu.