Masjid Abdulla Azzam di Gaza yang hancur diserang Israel. Foto: Press TV
Fajar Nugraha • 3 December 2024 09:44
Tel Aviv: Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben Gvir, memerintahkan polisi untuk melarang masjid mengumandangkan azan, atau panggilan untuk shalat. Menurut menteri ekstremis Israel itu, langkah tersebut dilakukan dengan alasan ‘mengganggu’ penduduk Yahudi.
Ia telah menginstruksikan pihak berwenang untuk menyita pengeras suara dan mendenda masjid yang memutar seruan tersebut, yang durasinya sekitar dua menit.
Ben Gvir membela tindakan tersebut sebagai tindakan yang diperlukan untuk memerangi "kebisingan yang tidak masuk akal" dan pelanggaran hukum.
Dalam wawancara dengan Channel 12, Ben Gvir mengatakan bahwa dia “bangga” untuk melangkah maju dengan kebijakan “menghentikan kebisingan yang tidak masuk akal dari masjid dan sumber lain yang telah menjadi bahaya bagi penduduk Israel”.
"Dalam perdebatan kami, terungkap bahwa sebagian besar negara Barat, dan bahkan beberapa negara Arab, membatasi kebisingan dan memiliki banyak undang-undang tentang masalah tersebut. Hal itu hanya diabaikan di Israel," kata kantor Ben Gvir dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Middle East Eye, Selasa 3 Desember 2024.
Dalam sebuah posting di X, ia menyebut azan sebagai "bahaya" bagi warga Israel di dekatnya. Namun, warga Palestina di Israel menganggap larangan tersebut sebagai serangan provokatif terhadap hak-hak komunitas dan agama mereka.
Ahmad Tibi, seorang anggota parlemen dan pemimpin partai Taal, mengecam keputusan tersebut.
"Ben Gvir ingin membakar daerah itu atas dasar agama," katanya kepada parlemen.
"Dulu, ada upaya untuk meloloskan undang-undang yang melarang azan di kota-kota campuran. Posisi kami dalam masalah ini, di sektor Arab, adalah menentang masuknya polisi. Azan akan terus dikumandangkan karena Islam akan terus berlanjut,” ujar Tibi.
Tibi kemudian menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di balik tindakan Ben Gvir, dengan mengatakan: "Dia adalah kepalanya, dan dia bertanggung jawab atas hal ini dan konsekuensi buruk yang dapat terjadi jika hal ini menjadi kenyataan".
Para pembela hak asasi manusia dan wali kota Palestina mengecam larangan tersebut sebagai tindakan diskriminatif lain oleh pemerintah Israel.