Lavrov Kritik DK PBB Sebut Resolusi Gaza 'Hanya Tinta di Atas Kertas'

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Foto: EFE

Lavrov Kritik DK PBB Sebut Resolusi Gaza 'Hanya Tinta di Atas Kertas'

Medcom • 18 July 2024 18:05

Washington: Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengkritik Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu, menyatakan bahwa resolusi terkait Jalur Gaza gagal menghentikan kekerasan di wilayah Palestina yang diduduki.

Lavrov mengungkapkan dalam pertemuan Dewan Keamanan yang diketuai oleh Rusia bahwa ini adalah kali keempat dalam 10 bulan terakhir pertemuan diadakan di tingkat menteri. Ia mencatat bahwa meskipun empat resolusi telah diadopsi, "pertumpahan darah yang sedang berlangsung di wilayah Palestina yang diduduki hanya menegaskan kembali bahwa semua keputusan ini hanya tinta di atas kertas," dikutip dari Anadolu Agency.

Lavrov menekankan perlunya "percakapan yang jujur dan terbuka" untuk segera menghentikan pertumpahan darah dan penderitaan warga sipil, serta untuk mencapai penyelesaian jangka panjang.

“Operasi militer berskala besar yang dilakukan Israel, bersama dengan sekutunya Amerika, telah menghasilkan statistik yang mengerikan dalam hal korban dan kehancuran dalam 300 hari dalam 10 bulan,” kata Lavrov.

Ia menambahkan bahwa hampir 40.000 warga Palestina tewas dan 90.000 lainnya terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan.

Lavrov juga mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada tahun 2009 sebagai Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, yang menyebut Gaza sebagai "satu-satunya konflik di dunia di mana orang bahkan tidak diizinkan untuk melarikan diri." Ia menegaskan bahwa situasinya semakin memburuk sejak saat itu.

Serangan Israel di Gaza dan mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, yang dimulai setelah serangan oleh Hamas pada 7 Oktober, telah menyebabkan kecaman internasional.

Hampir 38.800 warga Palestina telah terbunuh dan lebih dari 89.100 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Sebagian besar wilayah Gaza kini menjadi reruntuhan di tengah-tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan penghentian segera operasi militer di Rafah, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina berlindung sebelum serangan pada 6 Mei. (Shofiy Nabilah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)