Pecut Hilirisasi Kelapa Demi Kerek Posisi Indonesia di Mata Dunia

Ilustrasi, pohon kelapa. Foto: dok SMPN 2 Tanjung Pandan.

Pecut Hilirisasi Kelapa Demi Kerek Posisi Indonesia di Mata Dunia

M Ilham Ramadhan Avisena • 1 October 2024 12:29

Jakarta: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkapkan, Indonesia berambisi menjadi produsen nomor satu kelapa dunia dengan kualitas yang baik. Itu sejatinya merupakan target yang telah ditanam sejak 10 tahun silam namun urung terealisasi.

"Target itu sudah 10 tahun yang lalu. Tapi memang tidak tercapai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional)nya," ujar dia seusai acara peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 di Kantor Bappenas, dikutip Selasa, 1 Oktober 2024.

Padahal Indonesia sempat menjadi negara nomor wahid penghasil kelapa dunia. Namun karena minimnya pengembangan pada industri kelapa, posisi Indonesia disalip oleh Filipina dan harus rela bertengger di posisi kedua.

Adapun produktivitas kelapa Indonesia terbilang stagnan di angka 1,1 ton per hektare (Ha), 98,95 persen kebun rakyat tradisional tanpa pengorganisasian dan regenerasi, sebanyak 378.191 ribu Ha tanaman tak menghasilkan dengan kemampuan penanaman kembali (replanting) 6 ribu Ha hingga 10 ribu Ha per tahun, lalu 756,98 juta kelapa bulat masih diekspor dengan pajak ekspor nol persen.

Kemudian 52,34 persen pemanfaatan kelapa dalam bentuk kopra untuk diolah menjadi minyak kelapa. Namun terdapat 3,68 juta ton air kelapa dibuang yang diperkirakan menghilangkan potensi sebesar USD5,25 miliar, serta potensi nilai ekonomi dari sabut maupun tempurung kelapa yang terbuang atau belum dimanfaatkan masing-masing sebesar USD320 juta dan USD373 juta.


(Ilustrasi, pohon kelapa. Foto: dok Rumah Sabut)
 

Hadapi dua tantangan utama


Karena itu, lanjut Suharso, penghiliran pada industri kelapa diperlukan untuk bisa mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor tersebut. Namun itu setidaknya akan menghadapi dua tantangan utama.

Pertama, praktik budidaya konvensional. Itu menyebabkan sulitnya pelaku industri kelapa dalam negeri memenuhi permintaan yang berkesinambungan dan konsisten. Dalam hal ini, kata Suharso, diperlukan paradigma baru dalam menjalankan industri kelapa dalam negeri.

"Jadi begitu kita menghadapi permintaan yang sifatnya itu kontinu dan konsisten itu langsung kita terkapar. Kita tidak punya, padahal kesempatannya begitu punya besar," terang dia.

Kedua, dampak perubahan iklim. Kondisi itu menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan penurunan tingkat produksi kelapa. Penurunan produksi itu yang kemudian juga menyebabkan persepsi generasi muda enggan menggarap sektor kelapa.
 
Baca juga: Jokowi & Prabowo Sepakat Hilirisasi Sektor Pangan
 

Terapkan pertanian regeneratif


Untuk itu, Suharso mengusulkan penerapan pertanian regeneratif sebagai solusi memulihkan lahan dan menjaga keanekaragaman hayati, terutama memelihara kesehatan tanah.

Dengan menyehatkan lahan melalui pola budidaya yang baik (good agricultural culture), penerapan polikultur, penggunaan sumber daya genomik dan bioteknik, serta pengembangan varietas bibit kelapa baru, maka akan menghindarkan dari krisis lingkungan.

"Tentu pemanfaatan IoT (Internet of Things), Artificial Intelligence, dan pengetahuan yang lain, big data analysis, mudah-mudahan memungkinkan petani mengoptimalkan cara pengelolaan perkebunannya, bagaimana pupuk digunakan, pengairan, penanganan hama penyakit," jelas Suharso.

"Dan yang penting juga bagaimana petani bisa langsung punya akses terhadap harga dan kebutuhan pasar, sehingga para petani memiliki posisi tawar yang baik," tambah dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)