Ilustrasi. Foto: Infografis Metro TV
Insi Nantika Jelita • 28 November 2024 12:00
Jakarta: Penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen di tahun depan dinilai tidak memiliki urgensi.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyebut kenaikan tarif PPN akan berdampak pada lonjakan harga jual barang atau jasa diproduksi.
Hal ini pun memberatkan kantong masyarakat dan pengusaha karena beban operasional yang semakin tinggi.
"Ya, tentunya PPN 12 persen akan makin mempersulit masyarakat kelas menengah bawah. Saya kira tidak ada alasan urgensi, atau mendesak untuk menaikkan tarif PPN," kata Alphonzus di Kota Kasablanka, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Kamis, 28 November 2024.
.jpg)
Ilustrasi pusat perbelanjaan. Foto: Medcom.id
Bisa menghambat konsumsi rumah tangga
Menurutnya, meski kenaikan PPN 12 persen pada tahun depan akan mampu menambah penerimaan negara, namun dikhawatirkan kebijakan tersebut dapat menghambat konsumsi rumah tangga.
Saat ini, lanjut Alphonzus, kinerja di sektor ritel sudah terseok-seok akibat pelemahan daya beli masyarakat. Padahal, sektor ritel seperti perdagangan eceran memiliki peran penting dalam memulihkan konsumsi rumah tangga.
"Saya kira pertumbuhan ekonomi atau transaksi, khususnya di ritel ini belum maksimal. Sebaiknya dimaksimalkan dulu kinerjanya, baru tarif (PPN) dinaikkan. Jangan sebaliknya. Kalau sebaliknya tentu akan menghambat justru pertumbuhan perdagangan," ucap dia