Emosi Investor Pengaruhi Laju Saham

Wall Street. Foto: Unsplash.

Emosi Investor Pengaruhi Laju Saham

Arif Wicaksono • 16 February 2024 18:42

New York: Pasar saham tidak didorong oleh faktor fundamental, namun oleh emosi investor dan ketakutan akan ketinggalan. Namun investor harus berhati-hati karena resesi ekonomi dapat membuat indeks S&P 500 anjlok sebanyak 30 persen.

Kepala Strategi Investasi di B. Riley Wealth Management Paul Dietrich telah memperingatkan akan adanya resesi dan pasar bearish yang dapat menyerang perekonomian tahun ini.
 

baca juga: 

Wall Street Menguat di Tengah Pelemahan Penjualan Ritel AS


Saham terus melonjak sejauh ini pada 2024, dengan S&P 500 baru-baru ini melampaui angka 5.000 untuk pertama kalinya. Tapi berinvestasi di pasar saham semacam ini selalu merupakan sebuah kesalahan karena sebagian besar didorong oleh sensasi investor.

"Begitu banyak investor yang terjebak dalam kegembiraan, momentum, dan antusiasme pasar saham yang berjalan seperti Kentucky Derby,” kata Dietrich, dilansir Business Insider, Jumat, 16 Februari 2024.

Pengangguran masih mendekati titik terendah dalam sejarah, namun terus meningkat selama setahun terakhir. PHK dan pemecatan meningkat sedikit menjadi 1,6 juta pada Desember, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.

Utang biayai kehidupan sehari-hari

Belanja konsumen tetap kuat di atas kertas, namun ada tanda-tanda masyarakat Amerika hanya mendanai pembelian mereka dengan utang kartu kredit untuk melawan kenaikan inflasi. Utang rumah tangga kini mencapai rekor USD17,5 triliun, menurut data Federal Reserve.

"Demikian pula pada 2000 dan 2008, sebagian besar konsumen mencapai batas kredit mereka dan belanja konsumen turun drastis. Hal ini tidak akan berakhir dengan baik," ujar Dietrich.

Pada perdagangan Kamis, penjualan ritel mencatat penurunan paling tajam dalam hampir satu tahun, menandakan ketahanan konsumen mungkin akhirnya melemah.

Dia menuturkan meskipun inflasi telah menurun drastis dari tingkat tertingginya, inflasi sebenarnya tidak menjadi masalah dalam resesi yang terjadi selama 25 tahun terakhir.

"Meskipun inflasi dapat memperburuk dampak resesi, pasar saham masih bisa turun setengahnya dalam resesi, bahkan jika tidak ada inflasi," dia memperingatkan, sambil mencatat bahwa S&P 500 turun rata-rata 36 persen pada awal resesi.

"Bahkan dalam resesi ringan, investor yang memegang indeks S&P 500 diperkirakan akan kehilangan lebih dari sepertiga investasi pensiun mereka di saham," tegas dia.

Pedagang lannya di Wall Street telah memperingatkan akan datangnya resesi yang dapat menggagalkan pasar saham yang sedang bullish. Menurut salah satu model ekonomi, peluang terjadinya resesi pada 2024 adalah 85 persen yang merupakan peluang tertinggi yang tercatat sejak Krisis Keuangan Besar pada 2008.

Namun investor masih merasa cukup optimis terhadap pasar modal. Menurut Survei Sentimen Investor AAII terbaru 42 persen investor merasa bullish terhadap saham selama enam bulan ke depan.

Sementara itu, pasar masih memperkirakan penurunan suku bunga yang ambisius dari The Fed pada akhir tahun ini dengan peluang sebesar 68 persen yang diperkirakan bahwa suku bunga akan dipangkas setidaknya satu basis poin penuh.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)