Bawaslu. Foto: MI/Susanto
Media Indonesia • 10 October 2023 20:35
Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) minta definisi dan regulasi mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Perbuatan yang masuk kategori SARA dinilai masih multitafsir.
Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat sekaligus anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam acara Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA, di Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Karena seringkali kita masih berdebat, kita masih bikin definisi yang kemudian multitafsir sehingga kita sendiri tidak menemukan titik temu," kata Lolly saat dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 10 Oktober 2023.
Menurut Lolly, definisi dan aturan yang jelas mengenai politisasi SARA diperlukan untuk menangkal bahayanya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pihaknya mengajak semua pemangku kepentingan duduk bersama guna melahrikan satu definisi yang dapat diamini oleh seluruh pihak.
Bawaslu juga mengajak berbagai pihak berkolaborasi menyusun bank data kasus-kasus politisasi SARA sebagai kajian ilmiah. Upaya itu diperlukan sebagai basis pembuatan kebijakan pencegahan di masa yang akan datang.
"Hasil pemetaan kerawanan yang dilakukan Bawaslu menyimpulkan kampanye bermuatan SARA di media sosial maupun di tempat umum serta mobilisasi penolakan calon berdasarkan SARA menjadi strategi umum politisasi SARA yang berujung pada kekerasan dan konflik berbasis SARA," ungkap dia.
Lolly menjelaskan kekerasan dan konflik berbasis SARA memiliki modus yang beragam. Seperti intimidasi, provokasi, bentrokan, dan kerusuhan antarpendukung.
Ketika aksi saling provokasi dan intimidasi tidak terkelola dengan baik, dinamika konflik akan berkembang cepat. Bahkan bisa menjadi sangat brutal.
"Muaranya adalah bentrokan antarkelompok atau kerusuhan antarmassa yang berlarut-larut," ujar dia.
Bawaslu menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan terjadi politisasi SARA dengan skor 100. Peringkat kedua diduduki Maluku Utara (77,16), DI Yogyakarta (14,81), Papua Barat (14,81), Jawa Barat (12,35), dan Kalimantan Barat (7,4). (Tri Subarkah)