DPR Kaji Wacana Hak Interpelasi Imbas Dugaan Intervensi Kasus KTP-el

Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.

DPR Kaji Wacana Hak Interpelasi Imbas Dugaan Intervensi Kasus KTP-el

Fachri Audhia Hafiez • 5 December 2023 13:40

Jakarta: Ketua DPR Puan Maharani akan mencermati wacana penggunaan hak interpelasi terkait dugaan intervensi pemerintah terhadap kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-el). Hal ini merespons eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang mengaku pernah mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus yang menjerat eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) itu pada 2017.

"Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Desember 2023.

Puan mengatakan apabila ada wacana untuk menggulirkan hak interpelasi tersebut, itu merupakan hak para anggota DPR. Ketua DPP PDIP itu juga menekankan menjujung supremasi hukum.

"Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar. Bahwa kemudian ada kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu, itu merupakan hak anggota," ujar Puan.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman juga mendorong DPR untuk memanggil Agus untuk menjelaskan lebih rinci. Hal ini untuk mengungkap benar atau tidaknya Jokowi mengintervensi kasus hukum.

"DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK. Jangan sebar hoaks ke masyarakat, sebab kalo cerita ini benar rakyat bisa marah," tulis Benny melalui akun X.
 

Baca juga: Survei: Tingkat Kepuasan Terhadap Jokowi Menurun

Sebelumnya, viral pengakuan pimpinan KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo pernah dipanggil dan dimarahi Presiden Jokowi. Dalam potongan wawancara tersebut, Agus mengatakan hal ini untuk pertama kali ia ungkap ke publik.

"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus.

Menurut Agus, kala itu ia dipanggil Jokowi karena sang presiden memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto, Ketua DPR kala itu.

"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Presiden sudah marah, baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’," cerita Agus.

"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," sambungnya.
 
Baca juga: Presiden Jokowi: Penyelenggaraan Pemilu Tidak Perlu Dikhawatirkan

Namun, Agus tidak menjalankan perintah tersebut. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelum ia dipanggil. Lalu, alasan lainnya adalah saat itu masih independen dan tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," ungkap Agus.

Jokowi membantah pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang mengaku diminta presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP).

Jokowi menyebut, proses hukum kasus korupsi e-KTP telah dilakukan. Setya Novanto, ujar Presiden, telah dihukum atas kasus itu.

"Ini yang pertama coba dilihat, dilihat di berita tahun 2017 di bulan November. Saya sampaikan saat itu Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas berita itu ada semuanya," ujar Presiden Jokowi pada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 4 Desember 2023.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)