Pajak pembelian rumah yang ditanggung pemerintah juga selaras dengan kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah yang masih cukup tinggi. Karenanya stimulus dengan penanggungan 100 persen diberikan sampai Juni 2024 dan penanggungan 50 persen berlaku dari Juli hingga akhir 2024.
Stimulus itu menurutnya juga terbukti efektif, tak hanya dilihat dari masyarakat yang membeli rumah, tetapi juga dari sektor konstruksi yang meningkat karena pembangunan rumah baru.
"Kalau dilihat, investasi triwulan II ini kan lebih bagus, ini adalah hasil salah satunya karena investasi itu didominasi oleh bangunan, sekitar 70-75 persen dari investasi kita dalam bentuk bangunan," terang Febrio.
Sampai akhir tahun, pemerintah mengharapkan ada penguatan dari sisi konstruksi karena selama dua triwulan pertama mengalami pertumbuhan yang baik.
"Itu kita harapkan bisa sustain. Sejauh ini kalau total sudah 5,1 persen, sesuai dengan ekspektasi kita," imbuh Febrio.
Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga diketahui memainkan peranan penting dalam perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan II terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54,53 persen.
Di saat yang sama, pemerintah juga memastikan belanja pemerintah akan tetap efektif dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi. Febrio juga memastikan belanja pemerintah telah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Karenanya menurut dia, tak diperlukan fokus khusus ataupun upaya ekstra untuk menggenjot belanja pemerintah di sisa dua triwulan tahun ini.
"Sebenarnya tidak ada yang perlu digenjot. Kenapa? Karena belanja kita untuk tahun ini kalau kita lihat terakhir sesuai lapsem (laporan semester), sekitar Rp87 triliun di atas APBN-nya, jadi sebenarnya tidak yang perlu digenjot," jelas Febrio.
"Ini adalah belanja yang sebenarnya sudah kita lakukan dengan baik, dan dalam beberapa pos itu bahkan akan lebih tinggi dari APBN-nya," imbuh Febrio.
Belanja pemerintah yang diproyeksikan bakal melampaui estimasi awal itu terkait dengan kurs rupiah. Dalam APBN nilai tukar rupiah dipatok di kisaran Rp15 ribu terhadap dolar AS. Sementara pada proyeksian tengah tahun rupiah dipatok berkisar Rp16 ribu per dolar AS.
Perubahan kurs itu memengaruhi belanja pemerintah dari sisi subsidi dan kompensasi, utamanya yang menyangkut energi.
"Perbedaan seribu itu sudah mencerminkan perubahan belanja, khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat sekitar Rp60-Rp70 triliun, sehingga ini adalah pelaksanaan APBN 2024 yang kita harus pastikan terus berjalan dengan baik dan katalis perekonomian dan konsumsi masyarakat," jelas Febrio.