Daya Beli Properti Terungkit PPN Ditanggung Pemerintah

Daya Beli Properti Terungkit PPN Ditanggung Pemerintah

Daya Beli Properti Terungkit PPN Ditanggung Pemerintah

M Ilham Ramadhan Avisena • 6 August 2024 15:40

Jakarta: Pemerintah belum memutuskan kebijakan baru yang akan diambil untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelas menengah.
 
Stimulus berupa insentif pajak yang saat ini berlaku disebut masih cukup untuk mendukung konsumsi masyarakat dan perekonomian nasional. Insentif pajak yang dimaksud ialah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.
 
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai kebijakan itu sejauh ini masih cukup mumpuni untuk mendukung daya beli masyarakat.
 
"Sekarang sudah ada PPN DTP untuk rumah. Itu kita berikan untuk rumah sampai harga Rp5 miliar, kita beri insentif sampai Rp2 miliar pertama. Kita berikan itu dari triwulan IV-2023 dan kita evaluasi itu hasilnya bagus. Itu berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi di 2023 lumayan signifikan," kata Febrio di kantornya, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Selasa, 6 Agustus 2024.
Pajak pembelian rumah yang ditanggung pemerintah juga selaras dengan kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah yang masih cukup tinggi. Karenanya stimulus dengan penanggungan 100 persen diberikan sampai Juni 2024 dan penanggungan 50 persen berlaku dari Juli hingga akhir 2024.
 
Stimulus itu menurutnya juga terbukti efektif, tak hanya dilihat dari masyarakat yang membeli rumah, tetapi juga dari sektor konstruksi yang meningkat karena pembangunan rumah baru.
 
Baca juga: 

Daya Tarik Jabodetabek Masih Tinggi bagi Pencari Hunian Meski Ada IKN

 
"Kalau dilihat, investasi triwulan II ini kan lebih bagus, ini adalah hasil salah satunya karena investasi itu didominasi oleh bangunan, sekitar 70-75 persen dari investasi kita dalam bentuk bangunan," terang Febrio.
 
Sampai akhir tahun, pemerintah mengharapkan ada penguatan dari sisi konstruksi karena selama dua triwulan pertama mengalami pertumbuhan yang baik.
 
"Itu kita harapkan bisa sustain. Sejauh ini kalau total sudah 5,1 persen, sesuai dengan ekspektasi kita," imbuh Febrio.
 
Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga diketahui memainkan peranan penting dalam perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan II terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54,53 persen.
 
Di saat yang sama, pemerintah juga memastikan belanja pemerintah akan tetap efektif dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi. Febrio juga memastikan belanja pemerintah telah sesuai dengan apa yang direncanakan.
 
Karenanya menurut dia, tak diperlukan fokus khusus ataupun upaya ekstra untuk menggenjot belanja pemerintah di sisa dua triwulan tahun ini.
 
"Sebenarnya tidak ada yang perlu digenjot. Kenapa? Karena belanja kita untuk tahun ini kalau kita lihat terakhir sesuai lapsem (laporan semester), sekitar Rp87 triliun di atas APBN-nya, jadi sebenarnya tidak yang perlu digenjot," jelas Febrio.
 
"Ini adalah belanja yang sebenarnya sudah kita lakukan dengan baik, dan dalam beberapa pos itu bahkan akan lebih tinggi dari APBN-nya," imbuh Febrio.
 
Belanja pemerintah yang diproyeksikan bakal melampaui estimasi awal itu terkait dengan kurs rupiah. Dalam APBN nilai tukar rupiah dipatok di kisaran Rp15 ribu terhadap dolar AS. Sementara pada proyeksian tengah tahun rupiah dipatok berkisar Rp16 ribu per dolar AS.
 
Perubahan kurs itu memengaruhi belanja pemerintah dari sisi subsidi dan kompensasi, utamanya yang menyangkut energi.
 
"Perbedaan seribu itu sudah mencerminkan perubahan belanja, khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat sekitar Rp60-Rp70 triliun, sehingga ini adalah pelaksanaan APBN 2024 yang kita harus pastikan terus berjalan dengan baik dan katalis perekonomian dan konsumsi masyarakat," jelas Febrio.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)