Ilustrasi persaingan kursi cawapres/Media Indonesia/Seno
Media Indonesia • 31 July 2023 23:34
ENAM bulan jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, kepastian siapa yang bakal menjadi kontestan belum juga ada kepastian. Dinamika masih dinamis nian, termasuk perihal siapa yang akan maju sebagai calon wakil presiden.
Untuk bakal calon presiden, sepertinya bandul persaingan akan mengerucut ke tiga orang yang selama ini sudah mendominasi daftar kandidat. Mereka ialah Anies Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Prabowo Subianto yang diajukan Partai Gerindra, serta Ganjar Pranowo jagoan PDI Perjuangan dan PPP.
Lain halnya dengan bakal cawapres. Hingga kini belum ada satu pun tokoh yang mendapatkan garansi untuk bisa berkontestasi. Banyak, bahkan sangat banyak, yang dipoles, dielus-elus, diajukan, tetapi semuanya masih sekadar usulan, masih sebatas perbincangan. Sebut saja Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan putri Gus Dur, Yenny Wahid, untuk mendampingi Anies. Bahkan, belakangan muncul nama eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Sebagai bacapres Prabowo, nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah lama mendominasi peluang. Namun, belakangan nama Gibran Rakabuming Raka tak bisa dipandang sebelah mata. Wali Kota Surakarta yang juga putra sulung Presiden Jokowi itu kian kuat mendapat dukungan, termasuk dari loyalis Jokowi, Projo. Gibran memang terkendala usia, tetapi bukan tak mungkin Mahkamah Konstitusi bakal membuka jalan buatnya dengan mengabulkan uji materi soal batasan umur cawapres.
Bakal calon pendamping Ganjar tak kalah ramai. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno paling bersemangat menebar daya pikat. Dia hengkang dari pos petinggi Partai Gerindra dan pindah ke PPP untuk merealisasikan ambisinya itu. Namun, Sandi kini mendapat rival berat, yaitu mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa.
Semakin banyak cawapres makin baik buat demokrasi. Rakyat pun kian mendapat banyak pilihan sebagai penambah pertimbangan memilih capres. Kita percaya, mereka putra-putra terbaik bangsa, tetapi yang kita butuhkan ialah terbaik di antara yang paling baik.
Kursi wapres memang tak sepenting presiden, tetapi ia juga sangat penting. Karena itu, orang yang mendudukinya memang punya kemampuan, bukan asal-asalan. Dia tak boleh lagi dipandang hanya sebagai ban serep yang cuma digunakan ketika ban utama kempes.
Wapres dan presiden idealnya ialah dwi- tunggal sehingga keduanya mesti orang-orang andal. Cawapres bisa maju dalam kompetisi tak boleh hanya karena kesanggupannya menanggung amunisi. Dia berkontestasi, juga bukan karena sekadar untuk menjadi vote getter, pendulang suara, tapi mutlak punya kapasitas sebagai pemimpin negara yang berkelas.
Yang tak kalah penting, bukan saatnya lagi cawapres hanya titipan mereka yang punya kuasa. Berikan capres keleluasaan untuk memilih karena dialah yang paling tahu pasangan seperti apa yang paling tepat. Partai-partai politik boleh mengusulkan, tapi dilarang memutuskan. Kalau ada ketua umum partai yang merasa paling berhak menentukan cawapres, lalu membajak kewenangan capres untuk memilih pendamping, sama saja dia membiarkan kawin paksa. Untuk soal apa pun, kawin paksa tidaklah baik.
Pada konteks itulah kedewasaan partai politik sebagai institusi yang punya hak mengusung capres/cawapres dibutuhkan. Sudah waktunya mereka mengajukan pasangan yang hebat luar dalam, sudah saatnya pula rakyat pintar menjatuhkan pilihan.