Regulasi soal Iklan Produk Tembakau Dikritik

Diskusi Kontroversi Pasal Larangan Media Luar Ruang 500 Meter dari Satuan Pendidikan dan Tempat Bermain Anak di Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Dok. Istimewa

Regulasi soal Iklan Produk Tembakau Dikritik

Achmad Zulfikar Fazli • 28 August 2024 21:43

Jakarta: Regulasi yang tercantum dalam Pasal 449 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dikritik. PP itu mengatur larangan pemajangan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi, menilai PP Nomor 28 Tahun 2024 disahkan tanpa melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Akibatnya, berpotensi timbul mispersepsi pada detail penentuan jarak.

“Aturan radius inilah yang bermasalah dan akan mematikan bisnis kami. Jumlah tenaga kerja media luar-griya ini bisa semakin drop sampai ke pemecatan atau PHK langsung, angkanya bisa sampai 59 persen dari total pekerja. Ini sangat bahaya," ujar Fabianus dalam Diskusi Media 'Kontroversi Pasal Larangan Media Luar Ruang 500 Meter dari Satuan Pendidikan dan Tempat Bermain Anak di Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024' di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.

Dia menambahkan sebanyak 86 persen anggota AMLI akan terdampak langsung akibat aturan ini. Setidaknya 44 persen akan mengalami dampak negatif yang signifikan karena 50 persen penghasilannya berasal dari iklan produk tembakau

Kemudian, 23 persen sisanya dipastikan terancam gulung tikar jika aturan ini diberlakukan karena 75 persen penghasilannya berasal dari iklan produk tembakau. Fabian memohon peraturan tersebut direvisi dengan mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha yang terdampak. 

“Harapannya, aspirasi kami didengar oleh pemerintah. Sebaiknya, aturan terkait reklame di luar-griya mengacu pada PP 109/2012 saja. Yang terbaru ini (Pasal 449) dihapuskan saja,” ujar dia.
 

Baca Juga: 

Pengamat Sambut Baik Larangan Jual Rokok Eceran


Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Anggota Tim Perumus Etika Pariwara Indonesia, Herry Margono, mengatakan pengambilan kebijakan ini tidak memahami situasi di lapangan. Sebelum aturan ini disahkan, pihaknya telah menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), namun tidak pernah direspons.

Pihaknya juga menyoroti mayoritas sektor periklanan di daerah terdampak langsung dari zonasi 500 m pelarangan iklan produk tembakau tersebut dan nilainya besar.

Hery meminta aturan ini direvisi dan ditinjau ulang sesuai berbagai masukan industri yang masih luput dari partisipasi publik. “Harusnya, PP itu bisa membuat industri semakin berkembang, bukan malah menekan kami,” terang dia.

Dalam kesempatan sama, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menambahkan dari sisi hukum, PP Nomor 28 Tahun 2024 cacat proses sejak awal. Sebab, tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terdampak.

Kemunculan peraturan ini telah menimbulkan gejolak yang luar biasa dari lintas sektor, termasuk penolakan secara tegas dari para pengusaha periklanan serta pedagang dan peritel.

“Berbagai penolakan ini menandakan bahwa belum adanya komunikasi yang terjalin antara pemeritah dan pelaku usaha. Setahu saya di APINDO, saya juga tidak pernah terlibat diskusi tersebut. Maka, bisa disimpulkan bahwa kebijakan ini memiliki banyak persoalan dan cacat dalam implementasi, sehingga sulit untuk dilaksanakan di lapangan,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)