NEWSTICKER

Naik Rp100 Ribu, UMP DKI Jakarta Jadi Rp5 Juta/Bulan

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Naik Rp100 Ribu, UMP DKI Jakarta Jadi Rp5 Juta/Bulan

Media Indonesia • 20 November 2023 20:07

Jakarta: Penetapan besaran upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2024 hampir bulat, dengan kenaikan Rp100 ribu. UMP DKI akan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang pengupahan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyayangkan keputusan itu karena kenaikannya terlampau kecil. Pemprov DKI menilai soal kenaikan UMP 2024, tidak berubah lagi hitungannya sudah matang.

"Kenaikan UMP DKI masih terlalu kecil, idealnya di atas 10 persen dengan melihat tekanan inflasi cukup tinggi," ujar Bhima di Jakarta, Senin, 20 November 2023.

Dalam PP tersebut, ditentukan nilai variabel alfanya berada di rentang 0,1 hingga 0,3. Variabel alfa adalah indeks yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pemprov DKI Jakarta disebut tetap mengacu pada PP 51 tetapi nilai variabel alfanya 0,3. Dengan mengacu PP itu, maka UMP DKI diperkirakan menjadi Rp5,063 juta per bulan.

Artinya, kenaikan UMP DKI Jakarta tahun depan hanya sekitar 3,2 persen dari UMP 2023. Seperti diketahui, UMP DKI pada 2023 disepakati sebesar Rp4,9 juta.

Di sisi lain, Bhima mencatat tingkat inflasi bahan pangan DKI Jakarta per Oktober 2023 sebesar 4,92 persen dan diperkirakan tahun depan inflasi pangan masih tinggi.

"Kalau naiknya upah di bawah lima persen, buruh mana bisa hadapi inflasi. Belum pentingnya soal kontribusi pekerja agar menikmati bagian pertumbuhan ekonomi. Perhitungan diklaim sudah matang " ujar Bhima.
 

Sudah diperhitungkan matang


Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Hari Nugroho mengungkapkan, besaran kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2024 telah diperhitungkan dengan matang. Hal ini sudah sesuai dengan PP 51/2023 tentang Pengupahan.

"Waktu membahas revisi (PP No 36/2021 ke PP No 51/2023) atau rencana perubahan PP kan sudah ada yang namanya diskusi publik, kajian tim pakar, dan yang lainnya," tegas Hari saat dihubungi wartawan.

"Artinya, sudah diperhitungkan dengan baik. Sehingga, pastinya sudah matanglah dengan perhitungan itu," lanjut dia.

Hari menambahkan, pekerja juga perlu memahami pertimbangan besaran kenaikan UMP. Menurut dia, ada beberapa risiko jika kenaikan UMP terlalu tinggi, salah satunya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Beda-beda usulan. Adapun pembahasan besaran kenaikan UMP Ibu Kota dalam sidang Dewan Pengupahan telah digelar pada Jumat, 17 November 2023.

Menurut Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman, ada tiga pendapat berbeda saat rapat Dewan Pengupahan terkait besaran kenaikan UMP 2024 DKI Jakarta. Apindo dan Pemprov DKI mengusulkan untuk menaikkan UMP 2024 DKI Jakarta sesuai PP 51/2023.

Pertimbangan yang digunakan untuk menentukan besaran UMP 2024 yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu dengan nilainya berada di rentang 0,2 dan 0,3.

"Oleh pengusaha yaitu alfa 0,2 menjadi besaran (UMP 2024) Rp5,043 juta dan unsur pemerintah tetap mengacu pada PP No 51 tetapi alfanya 0,3 itu sebesar Rp5,063 juta," kata Nurjaman.

Baca juga: Kenaikan UMP 2024 Tak Sesuai Keinginan, Buruh Bakal Mogok Kerja
 

Buruh menuntut kenaikan 15%


Sementara buruh minta naik 15 persen. Di sisi lain, serikat buruh menolak kenaikan UMP DKI Jakarta 2024 disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.

"Angkanya sama dengan yang kami sampaikan pada sebelum-sebelumnya, tuntutan pekerja 15 persen dengan angka Rp5.637.069," ujar Anggota Dewan Pengupahan Unsur Serikat Buruh Dedi Hartono, kepada wartawan di Balai Kota DKI, Jumat lalu.

Menurut Dedi, unsur serikat pekerja menuntut kenaikan 15 persen karena melihat nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Jakarta.

"Itu menggunakan formula Inflasi DKI Jakarta 1,89 persen, ditambah pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta 4,9 persen, ditambah indeks tertentu 8,15 persen. Sehingga menjadi sebesar Rp5.637.068," kata Dedi.

Dedi menilai usulan UMP DKI 2024 sesuai PP Nomor 51 Tahun 2023 yang diusulkan unsur pemerintah dan pengusaha, seolah tidak melihat kontribusi pihak buruh. Besaran yang dihasilkan dengan mengikuti pedoman aturan tersebut pun dianggap tidak terasa manfaatnya bagi serikat buruh.

"Jadi sebenarnya di PP 51 ini justru menggerus yang seharusnya dinikmati seluruh pekerja. Karena persentase kenaikannya masih di bawah pertumbuhan ekonomi," kata Dedi.

(SLAMET SARAGIH)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Husen Miftahudin)