Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok ISAP.
Husen Miftahudin • 2 November 2023 11:29
Jakarta: Industri manufaktur di tanah air sedang mengalami tekanan cukup berat dari kondisi di global maupun domestik. Saat ini, perekonomian dunia masih belum menentu dan tetap mengalami perlambatan karena adanya dampak perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap permintaan bagi sektor industri manufaktur di Tanah Air.
Meskipun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Oktober 2023 yang dirilis Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan ekspansi dengan capaian 50,70, namun terjadi perlambatan dari angka 52,51 di September 2023. Hal ini sejalan dari hasil Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan yang sama, dengan posisi 51,5, turun dari September di posisi 52,3, sesuai yang dilansir oleh S&P Global.
"Untuk PMI manufaktur Indonesia, kita telah berada di posisi ekspansi selama 26 bulan berturut-turut. Meskipun industri manufaktur kita tengah mengalami gempuran yang bertubi-tubi, namun dari tingkat kepercayaan diri atau optimismenya masih cukup tinggi," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dikutip dari siaran pers, Kamis, 2 November 2023.
Namun, Febri menyebutkan sektor industri saat ini masih terus menghadapi hantaman bertubi-tubi yang mempengaruhi produktivitas dan daya saingnya. Selain kondisi ekonomi global yang berpengaruh pada permintaan, sektor manufaktur juga menghadapi nilai tukar rupiah yang melemah yang berakibat pada melonjaknya harga bahan baku dan biaya produksi.
"Selanjutnya, eksternalitas lain yang berdampak terhadap industri manufaktur, adalah kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang tidak berjalan dengan baik. Beberapa industri justru membeli harga di atas USD6 per MMBTU, sehingga menurunkan daya saing produk mereka," tukas Febri.
Baca juga: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Terus Turun, Ini Penyebabnya