Ilustrasi. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan menjelang akhir pekan ini mengalami pelemahan. Meskipun melemah, namun angka pelemahannya lebih kecil dibandingkan perdagangan pagi tadi.
Mengutip data Bloomberg, Jumat, 15 Maret 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.599 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 19 poin atau setara 0,12 persen dari posisi Rp15.580 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin depan akan kembali mengalami pelemahan.
"Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.570 per USD hingga Rp15.660 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
Ia pun membeberkan penyebab ciutnya rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, diantaranya sentimen yang berasal dari eksternal maupun internal.
Indeks harga produsen lebih kuat dari perkiraan
Dari faktor eksternal, Ibrahim melihat data indeks harga produsen lebih kuat dari perkiraan untuk Februari 2024. Angka tersebut muncul setelah data indeks harga konsumen yang lebih kuat dari perkiraan yang dirilis awal pekan ini, yang juga menunjukkan inflasi semakin menjauh dari target tahunan Federal Reserve sebesar dua persen.
Angka inflasi yang lebih tinggi terjadi tepat sebelum pertemuan Fed minggu depan, di mana bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah. Namun The Fed kini berpotensi menawarkan sikap yang lebih
hawkish terhadap suku bunga, mengingat pihaknya telah berulang kali mengisyaratkan penurunan suku bunga apa pun pada 2024 sebagian besar akan ditentukan oleh jalur inflasi.
"Pedagang terlihat memangkas ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga pada bulan Juni dan menaikkan ekspektasi penurunan suku bunga, menurut alat CME Fedwatch. Prospek kenaikan suku bunga jangka panjang membebani mata uang Asia secara luas," jelas Ibrahim.
Minggu depan, bank sentral diperkirakan akan mengakhiri kebijakan pengendalian suku bunga negatif dan kurva imbal hasil dalam beberapa bulan mendatang, dengan para analis berbeda pendapat mengenai keputusan yang akan diambil pada Maret atau April.
Indonesia cetak surplus perdagangan lagi
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mengalami surplus USD0,87 miliar. Sedangkan secara kumulatif, neraca perdagangan mencapai USD2,87 miliar dolar.
"Walaupun terjadi surplus, namun NPI (Neraca Perdagangan Indonesia) mengalami penurunan USD6,42 miliar dibandingkan periode yang sama Januari-Februari 2023," ujar Ibrahim.
Adapun, surplus
neraca perdagangan Indonesia Februari 2024 terutama berasal dari sektor nonmigas USD2,63 miliar. Namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai USD1,76 miliar.
Sementara itu nilai ekspor nasional pada Februari 2024 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor Indonesia turun menjadi USD19,31 miliar atau 5,79 persen (mtm) dibandingkan Januari 2024. Ekspor migas tercatat USD1,22 miliar atau turun 12,93 persen, dan nilai ekspor non migas turun 5,72 persen menjadi USD18.09 miliar.
Penurunan ekspor pada Februari 2024 didorong oleh penurunan ekspor non migas, utamanya pada komoditas besi dan baja dengan andil penurunan sebesar 3,26 persen. Selanjutnya, lemak dan minyak hewani nabati dengan andil penurunan sebesar 2,60 persen, serta logam mulia dan perhiasan permata dengan andil penurunan sebesar 0,60 persen.
Kemudian, penurunan ekspor non migas didorong oleh penurunan nilai ekspor gas. Tercatat komoditas ini memberikan andil penurunan sebesar 1,58 persen. Secara tahunan, nilai ekspor Februari 2024 mengalami penurunan sebesar 9,45 persen.
Sementara itu, pada periode yang sama nilai impor Indonesia Februari 2024 mencapai USD18,44 miliar, turun 0,29 persen dibandingkan Januari 2024.