Jepang. Foto: Unsplash.
Tokyo: Pemerintah Jepang menyetujui subsidi hingga 590 miliar yen kepada perusahaan cip Rapidus untuk mengejar ketertinggalan dalam manufaktur semikonduktor.
Menteri Ekonomi Jepang Ken Saito menuturkan pendanaan tambahan ini akan membantu Rapidus membeli peralatan pembuatan cip dan juga mengembangkan proses pembuatan cip back-end yang canggih.
Jumlah tersebut melebihi miliaran dana publik yang telah diterima oleh startup berusia 19 bulan ini dalam upaya jangka panjangnya untuk memproduksi cip secara massal di prefektur paling utara Jepang, Hokkaido, dan bersaing dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dan Samsung Electronics.
"Semikonduktor generasi berikutnya yang sedang dikerjakan Rapidus adalah teknologi terpenting yang akan menentukan masa depan industri dan pertumbuhan ekonomi Jepang," kata Saito, dilansir
Business Times, Selasa, 2 April 2024.
Jumlah tersebut merupakan bagian dari sekitar empat triliun yen yang telah dianggarkan Jepang selama tiga tahun terakhir untuk meningkatkan kekuatan pembuatan chipnya.
Dukungan keuangan
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menargetkan dukungan keuangan sebesar 10 triliun yen kepada para pembuat chip. Jepang telah memberikan miliaran dolar AS untuk pabrik pertama TSMC di Kumamoto, Jepang selatan, serta untuk ekspansi pabrik Micron Technology di Hiroshima.
Rapidus bekerja sama dengan para peneliti di IBM serta para ahli di bidang nanoteknologi dan material untuk menutup kesenjangan dengan TSMC dalam teknologi fabrikasi mutakhir. TSMC memegang bagian terbesar dalam produksi cip canggih secara global.
Meningkatnya ketegangan geopolitik mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk memperluas kemampuan dalam negeri untuk membuat semikonduktor, yang sangat penting untuk menjalankan mobil, pembangkit listrik dan sistem persenjataan, serta barang elektronik konsumen.
AS juga telah menjanjikan miliaran dolar AS kepada pembuat chip, namun penundaan dalam perizinan dan alokasi subsidi telah menghambat rencana pembangunan pabrik.
Stagnasi ekonomi Jepang selama tiga dekade dan hilangnya daya saing internasional sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang pentingnya semikonduktor untuk digitalisasi, dekarbonisasi, dan keamanan ekonomi.
“Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa chip adalah tumpuan industri di negara ini dan dunia,” ujar Saito.