DKI Jakarta. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan
Media Indonesia • 4 February 2024 17:22
Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, penurunan produktivitas di masa pemerintahan Joko Widodo amat disayangkan.
Namun, ia menilai itu juga disebabkan oleh ketertinggalan yang terjadi dari era pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
"Masa pemerintahan Jokowi mewarisi defisit infrastruktur yang sangat besar, karena dua presiden sebelumnya 'lagging behind' dalam hal realisasi pembangunan infrastruktur, khususnya di luar Jawa," ujarnya saat dimintakan pandangan terkait laporan LPEM UI, dilansir Media Indonesia, Minggu, 4 Februari 2024.
Selain itu, kata Shinta, dua presiden sebelumnya juga memiliki tata kelola pemerintahan yang tidak ramah terhadap bisnis dan cenderung irasional secara ekonomi. Sebab, konsultasi yang dilakukan dengan pemangku kepentingan terkait amat terbatas.
Hal tersebut turut diikuti dengan evaluasi, peninjauan, dan studi yang berdasarkan bukti bagi dampak kebijakan ekonomi hampir tidak pernah dilakukan. Akibatnya, iklim usaha maupun investasi saat Jokowi menjabat memiliki segudang masalah dan bertolak belakang dengan kebutuhan untuk mendorong industrialisasi.
"Kondisi-kondisi warisan ini menjadi tantangan besar di era Jokowi untuk menciptakan peningkatan industrialisasi dan produktivitas ekonomi yang lebih eksponensial dan merata secara nasional," tutur Shinta.
Karenanya, dunia usaha tak heran di masa pemerintahan Jokowi pembangunan infrastruktur ekonomi dasar dikebut sembari menggaungkan reformasi struktural. Itu diharapkan dapat menjadi basis peningkatan industrialisasi dan produktivitas ekonomi nasional ke depan.
Catatan lain ialah tren industrialisasi serta pola kegiatan ekonomi nasional dan ekonomi global dalam 10 tahun terakhir berkembang dengan pesat. Kompleksitas dan persaingan usaha menjadi lebih tinggi.
Mau tak mau, Indonesia perlu melakukan perubahan-perubahan mendasar terhadap struktur ekonomi nasional, utamanya yang berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), ekosistem investasi dan usaha yang mendukung hingga ke level paling bawah.
Perubahan juga diperlukan pada ekosistem usaha untuk penciptaan nilai tambah industri melalui integrasi jasa industri dan perbaikan kualitas sektor-sektor jasa terkait industri, kecepatan adopsi teknologi industri baru, hingga tantangan daya saing berbasis model ekonomi yang ramah lingkungan.
"Jadi tidak mengherankan kalau kita mengalami kesulitan mempertahankan produktivitas karena ekosistem dan tren ekonomi global juga mengalami perubahan yang signifikan," kata Shinta.
Karenanya, menjadi hal yang penting bagi pelaku usaha agar pemerintahan berikutnya dapat menciptakan reformasi struktural di berbagai aspek ekonomi. Itu terutama terhadap penyempurnaan di aspek penciptaan produktivitas, hingga peningkatan daya saing usaha.
"Bukan scrapping dan mulai dari nol karena penurunan produktivitasnya sudah terjadi dan tantangan penciptaan produktibitas kita ke depannya juga semakin kompleks dan semakin tinggi. Jadi Indonesia tidak punya banyak waktu lagi untuk trial & error kebijakan ekonomi, khususnya yang terkait dengan ekosistem usaha, investasi dan industri," jelas Shinta.