Ilustrasi. Foto: MI/Pius Erlangga.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan awal pekan ini menguat, melanjutkan penguatan saat pagi.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 3 Juni 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.230 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 22 poin atau setara 0,14 persen dari posisi Rp16.252 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan besok akan mengalami pelemahan.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.220 per USD hingga Rp16.270 per USD," ujar Ibrahim.
Ia pun membeberkan penyebab menguatnya nilai tukar rupiah saat melawan dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, di antaranya sentimen yang berasal dari eksternal maupun internal.
Inflasi AS naik 0,3%
Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) melaporkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) meningkat 0,3 persen pada bulan lalu, angka ini menyamai kenaikan yang belum direvisi pada Maret.
"Pembacaan inflasi utama yang selaras membuat para pedagang meningkatkan posisi untuk penurunan suku bunga oleh Federal Reserve pada September," terang Ibrahim.
The Fed telah menaikkan biaya pinjaman sebesar 525 basis poin sejak Maret 2022 dalam upaya untuk mengurangi permintaan di seluruh perekonomian. Pasar keuangan awalnya memperkirakan penurunan suku bunga pertama akan dilakukan pada Maret, namun kemudian diundur ke Juni dan sekarang ke September.
Fokus minggu ini adalah pada keputusan suku bunga di Eropa dan Kanada. Baik Bank Sentral Eropa maupun Bank Sentral Kanada diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga, yang berpotensi memicu pelonggaran moneter di seluruh dunia.
"The Fed juga akan mengadakan pertemuan minggu depan, meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil," kata Ibrahim.
Indonesia alami deflasi
Adapun tingkat inflasi Indonesia pada Mei 2024 mencapai 2,84 persen (yoy). Nilai ini lebih rendah dibandingkan posisi April sebesar 3,0 persen. Sedangkan secara bulanan, Indonesia pada Mei 2024 mengalami deflasi.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan dan energi. Kemudian, momen Ramadan dan Idulfitri yang telah usai membuat harga sektor pangan mengalami deflasi.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan inflasi ini menjadi perhatian serius bagi otoritas moneter dalam mengambil kebijakan. BI memperkirakan inflasi berada dalam rentang 2,5 persen plus minus satu persen.
BI juga meyakini inflasi inti dapat terjaga seiring ekspektasi
inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang terkendali sejalan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah Bank Indonesia, serta dampak positif berkembangnya digitalisasi.
Meski demikian BI memperkirakan inflasi volatile food diprakirakan juga kembali menurun seiring peningkatan produksi akibat masuknya musim panen dan dukungan sinergi pengendalian inflasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Dia menjelaskan Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan moneter pro-stability dan meningkatkan sinergi kebijakan dengan Pemerintah Pusat-Daerah sehingga inflasi 2024 dan 2025 tetap terkendali dalam sasaran 2,5 persen plus minus satu persen.