Ilustrasi tahanan kasus korupsi. (Medcom.id/Candra Yuri Nuralam)
Candra Yuri Nuralam • 20 December 2024 07:28
Jakarta: Rencana Presiden Prabowo Subianto mau memaafkan koruptor yang mengembalikan uang ke negara dikritik. Pernyataan itu diklaim tidak bisa dijadikan acuan untuk mengembalikan aset negara yang sudah dikorupsi.
“Silakan ditelaah regulasi di seluruh dunia apakah ada upaya penghapusan pidana ketika adanya pemulihan aset? Jawabannya tidak ada,” kata Ketua IM57+ Insitute Lakso Anindito melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Desember 2024.
Lakso mengatakan, pemulihan aset negara dari kasus korupsi paling efektif menggunakan penghukuman pidana. Karena, kata dia, penegak hukum bisa melakukan penelusuran dana perampasan aset secara paksa.
“Pemulihan aset dan penghukuman adalah dua rel yang berjalan bersamaan dan tidak menegasikan satu dengan yang lainnya,” ucap Lakso.
Penghukuman pidana juga bisa memaksimalkan pemulihan aset dilakukan dengan cepat. Sebab, ada ancaman tambahan penjara jika tidak dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
“Penggunaan mekanisme deferred prosecution agreement untuk memastikan perkara korporasi dapat dikenakan kewajiban pembayaran dengan waktu cepat, sedangkan para direksinya dan pejabat publik tetap dihukum. Jangan sampai adanya upaya dari free rider yang menjustifikasi upaya peringatan hukuman dan bahkan pemaafan dengan alasan optimalisasi pemulihan aset,” terang Lakso.
Baca juga: Yusril Sebut Pernyataan Presiden Prabowo soal Maafkan Koruptor Sejalan dengan UNCAC |