KTT G20 resmi dibuka di Afrika Selatan, Sabtu, 22 November 2025. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 22 November 2025 14:42
Johannesburg: KTT Group of 20 (G20) pertama yang diselenggarakan di benua Afrika resmi dibuka pada Sabtu, 22 November 2025, dengan agenda ambisius untuk membuat kemajuan dalam mengatasi sejumlah masalah lama yang telah menimpa negara-negara termiskin di dunia.
Para pemimpin dan pejabat tinggi dari negara-negara terkaya dan ekonomi emerging terkemuka berkumpul di sebuah pusat pameran dekat kawasan Soweto di Afrika Selatan, yang pernah menjadi rumah Nelson Mandela, untuk mencoba mencapai konsensus terkait prioritas yang ditetapkan oleh negara tuan rumah.
Prioritas tersebut meliputi bantuan lebih besar bagi negara miskin untuk pulih dari bencana terkait perubahan iklim, pengurangan beban utang luar negeri, transisi ke sumber energi hijau, serta pemanfaatan kekayaan mineral strategis mereka. Semua merupakan upaya mengurangi kesenjangan global yang semakin melebar.
“Kita akan lihat,” kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres saat ditanya apakah G20 dapat memprioritaskan negara berkembang dan membuat reformasi berarti.
“Tapi saya pikir Afrika Selatan telah melakukan bagiannya dengan jelas meletakkan isu-isu tersebut di atas meja," sambungnya, dikutip dari ABC News.
KTT dua hari ini berlangsung tanpa kehadiran ekonomi terbesar dunia setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan boikot terhadap KTT karena klaimnya bahwa Afrika Selatan menerapkan kebijakan anti-putih dan menindas minoritas Afrikaans.
Ketegangan diplomatik antara AS dan Afrika Selatan yang berlangsung berbulan-bulan memuncak menjelang KTT, namun meski boikot Trump mendominasi perbincangan awal di Johannesburg dan mengancam mengurangi agenda, beberapa pemimpin tetap ingin melanjutkan.
“Saya menyesal dengan ketidakhadiran itu,” kata Presiden Prancis Emmanuel Macron, “tetapi hal ini tidak boleh menghalangi kami. Tugas kami adalah hadir, terlibat, dan bekerja sama karena tantangan yang kami hadapi sangat banyak.”
G20 sebenarnya terdiri dari 21 anggota yang meliputi 19 negara, Uni Eropa, dan Uni Afrika. Blok ini dibentuk pada 1999 sebagai jembatan antara negara kaya dan miskin untuk menghadapi krisis keuangan global. Meski sering bekerja di bawah bayang-bayang Group of Seven (G7), anggota G20 bersama-sama mewakili sekitar 85% ekonomi dunia, 75% perdagangan internasional, dan lebih dari separuh populasi global.
Namun, G20 bekerja berdasarkan konsensus, bukan resolusi yang mengikat, sehingga sulit menemukan kesepakatan mengingat perbedaan kepentingan anggotanya seperti AS, Rusia, Tiongkok, India, Jepang, negara-negara Eropa Barat (Prancis, Jerman, Inggris), serta Indonesia, Arab Saudi, dan Afrika Selatan.