Gempa Besar Guncang Kamchatka Rusia, Ini Penjelasan Pakar ITB

Tsunami di Rusia, 30 Juli 2025. (Geophysical Survey Of The Russian Academy Of Sciences)

Gempa Besar Guncang Kamchatka Rusia, Ini Penjelasan Pakar ITB

Media Indonesia • 31 July 2025 09:37

Bandung: Wilayah Kamchatka, Rusia, diguncang gempa besar 8,7 magnitudo pada Rabu, 30 Juli kemarin. Gempa tersebut berada di zona seismic gap wilayah yang pernah mengalami gempa besar secara historis, namun dalam kurun waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.

Pakar Kegempaan ITB Prof Irwan Meilano menjelaskan di wilayah bagian Utara Kamchatka tersebut pernah mengalami gempa dengan magnitudo 9 pada 1950-an, dan bagian Selatan magnitudo 8,1 pada 1960–1970-an. Kamchatka sendiri dalam 80–100 tahun terakhir belum pernah mengalami gempa di atas magnitudo 8.

"Saya pernah melakukan studi langsung ke wilayah tersebut, bahwa Kamchatka dari segi tektonik mirip dengan kawasan pantai Barat Sumatra, pantai Selatan Jawa dan Utara Halmahera di Indonesia. Artinya, potensi terjadinya gempa besar sangat mungkin terjadi," ungkap Irwan yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB ini.

Menurut Irwan, gempa utama yang terjadi tersebut  diawali oleh gempa awal (foreshock) dengan magnitudo 7 yang terjadi lebih dari seminggu sebelumnya. Status foreshock baru dapat dipastikan jika kemudian diikuti oleh gempa utama.

"Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan justru bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok tahun 2018," jelasnya.

Namun kata Irwan, jika mengikuti pola umum gempa susulan di Kamchatka diperkirakan akan memiliki magnitudo yang lebih kecil. Adapun Kamchatka merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah sehingga diharapkan dampak kerusakan tidak signifikan. Meski demikian, potensi tsunami tetap menjadi perhatian.
 

Baca: Gunung Api di Rusia Erupsi Setelah Gempa 8,8 Magnitudo

"Dengan magnitudo mencapai 8,7, gempa ini berpotensi memicu guncangan kuat, khususnya di kawasan sekitar. Saya memperkirakan bahwa di bagian utara Hokkaido, Jepang, intensitas guncangan bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas gempa," paparnya.

Irwan menambahkan, hal yang lebih dikhawatirkan adalah ancaman tsunami yang bisa menjalar jauh dari pusat gempa. Ia kini terus memantau informasi dan menjalin komunikasi dengan kolega di Jepang. Di pantai Utara Tohoku, ketinggian tsunami sudah mencapai 60 cm, sementara di bagian selatan sekitar 40–50 cm.

Berdasarkan kecepatan rambat gelombang tsunami, Irwan memperkirakan bahwa jika tsunami menjalar hingga ke wilayah Indonesia, gelombang tersebut bisa tiba dalam waktu 8–10 jam setelah gempa terjadi.

Menanggapi respons Jepang terhadap peristiwa ini, Irwan menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara tersebut. Jepang memberikan contoh baik dalam pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami, yang tidak hanya berbasis pada model perhitungan, tetapi juga pada pengamatan langsung.

"Jepang memiliki sensor berdasarkan pressure yang bisa mendeteksi tsunami sebelum sampai ke garis pantai. Di pantai pun mereka memiliki sensor tambahan, misalnya berbasiskan pada pengamatan pasut, dan itu memberikan warning jauh lebih akurat bagi masyarakat di sekitar pesisir," paparnya.

Irwan berharap sistem peringatan dini gempa dan tsunami di Jepang dapat menjadi model bagi Indonesia dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di kawasan rawan gempa dan tsunami.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)