M Sholahadhin Azhar • 8 November 2025 21:44
Jakarta: Krisis iklim yang semakin hebat, cuaca ekstrem, dan bencana hidrometeorology seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, abrasi air laut berdampak pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pendapatan pelaku usaha terancam berkurang karena terkendala dalam produksi.
Contohnya, Muara Gembong di Bekasi yang dulunya wilayah subur makmur, kini tergerus abrasi, bahkan beberapa desa terancam tenggelam. Di Semarang, Jawa Tengah, banjir rob akibat air laut pasang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan karena datang terus menerus.
Kondisi ini juga dirasakan Usnawati, seorang pelaku UMKM yang menggeluti usaha jamur, di Lombok Barat-NTB. Dia menyampaikan akhir-akhir ini usaha jamurnya mengalami kendala produksi, karena bahan baku pembuatan jamur serbuk gergaji sulit didapat dan kalau tersedia harganya mahal.
“Dulu serbuk gergaji terbuang, kita tidak pernah beli sehingga kita bisa mengembangkan usaha jamur sampai memiliki 12 rumah jamur," kata Usnawati, kepada wartawan, Sabtu, 8 November 2025.
Usnawati menjelaskan kendalanya saat ini serbuk gergaji sulit didapat. Kalau pun ada, mesti beli dengan harga yang mahal dan harus bergantian untuk mendapatkannya.
Akibatnya, menurunkan produksi, yang tadinya bisa setiap sehari, sekarang hanya produksi 1 kali dalam sebulan.
“Kata yang punya sawmill, serbuk gergaji telah dikontrak oleh PLN,” kata Usnawati dalam sesi pembuka Talanoa Dialogue ini.
Dia bersama ratusan petani jamur pernah mengadukan persoalan ini ke berbagai pihak. Namun jawaban yang diterimanya sangat mengecewakan.
Bahkan, salah satu pimpinan daerah yang ditemuinya justru memberikan jawaban yang menghancurkan hati mereka.
"Ibu pilih mana, apakah sebaiknya listriknya mati dan ibu terus berusaha jamur, atau Listrik hidup dan usaha ibu sedikit terganggu," kata Usnawati meniru perkataan pimpinan daerah tersebut.
Menurut dia, ini dampak nyata dari transisi ke arah pembangunan hijau. PLN berupaya mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar ramah lingkungan agar emisi karbon dalam proses menghasilkan listrik ini dapat dikurangi. Namun, perusahaan milik negara itu belum mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari transisi ini.
Sementara itu, perwakilan International Labour Organization (ILO), Dina Novita Sari, mengatakan proses transisi ke arah ekonomi hijau harus berkeadilan (Just Transition). Ada delapan ‘key policy area’ untuk transisi yang berkeadilan, salah satunya adalah kebijakan Proteksi Sosial.
“Intinya bila ada masyarakat yang terdampak dari sebuah proses transisi, maka masyarakat tersebut harus diberikan perlindungan social agar kehidupannya tidak terganggu,” kata Dina.
Dalam catatan ILO, secara global ada sekitar 1,2 miliar pekerjaan dan penghidupan masyarakat yang berhubungan dengan pelayanan ekosistem dan di saat terjadi perubahan termasuk di dalam proses transisi hijau ini, para pelaku di dalam lingkup pekerjaan tersebut akan terdampak.
Namun di lain sisi, akan ada ‘ job opportunity’ baru yang timbul di saat proses transisi ini terjadi, yaitu pekerjaan-pekerjaan baru yang membutuhkan keahlian tertentu yang belum tentu dapat diisi oleh orang-orang yang terdampak tadi.
Oleh karena itu, perlu ada proses upskilling (peningkatan keterampilan) dan reskilling (penyesuaian keterampilan) agar mereka yang terdampak dapat mengisi job opportunity tersebut. Dengan demikian, proses transisi hijau dapat lebih inklusif dan berkeadilan.
Perwakilan Kementerian PPN/Bappenas Anggi Pertiwi Putri memaparkan peta jalan Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim di Tingkat Nasional,
Kepala Bappeda NTB, Iswandi, memaparkan kesiapaan provinsinya dalam melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau melalui kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2025-2045.
Diskusi terkait dampak perubahan iklim terhadap UMKM/Istimewa
Dalam kesempatan yang sama, Akademisi dari Universitas Mataram, Hairil Anwar, memaparkan pendekatan system dynamic dalam memetakan skenario pencapaian net zero emission NTB lebih cepat 10 tahun dari tingkat nasional.
Pembicara lain, guru besar ekonomi Islam Universitas UIN Sharif Hidayatullah dan ketua Dewan Pengawas Syariah Islamic Relief Indonesia Prof Said Muhammad, memberikan pencerahan terkait dengan Integrasi Etika dan Keadilan ke dalam Transisi Ekonomi Hijau. Di antaranya melalui penderkatan Hifz’al-Bi’ah (menjaga lingkungan) sebagai maqodid kontemporer, melalui 3 pendekatan.
Ketiga pendekatan itu ialah, Tawazun (kseimbangan) antara ekonomi, social, dan ekologi; lalu Ta’awun (kolaborasi) lintas sektor untuk mewujudkan keadilan ekologis, dan Hisbah (Pemgawasan moral) untuk memastikan bisnis beretika.