Aksi bertajuk ‘Mafia Hakim’ di Jakarta
Al Abrar • 21 April 2025 22:12
Jakarta: Perkumpulan Pemuda Keadilan mendesak agar hakim dan pengacara yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengaturan putusan vonis bebas perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dijatuhi hukuman maksimal. Koordinator aksi, Dendi Budiman, menyatakan keadilan yang dibunuh dari dalam tidak bisa ditebus dengan hukuman ringan.
“Tuntutan hukuman maksimal (seumur hidup atau mati) bagi hakim dan pengacara korup! Karena keadilan yang dibunuh dari dalam tidak bisa ditebus dengan hukuman ringan,” kata Dendi dalam aksi bertajuk ‘Mafia Hakim’ di Jakarta, Senin, 21 April 2025.
Dugaan suap yang ditaksir mencapai Rp60 miliar itu disebut melibatkan empat hakim dan sejumlah pengacara dari pihak korporasi yang tengah berperkara. Kasus tersebut kini tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam vonis lepas ekspor CPO bukan sekadar kriminal, itu mengangkangi hukum dan mengkhianati rakyat,” ujarnya.
Dendi mengutip Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Ia menilai, korupsi di lembaga yudikatif yang menciptakan kerusakan sistemik merupakan salah satu bentuk kedaruratan moral yang layak dikenakan hukuman terberat.
“Kalau mafia di pengadilan tidak diberi hukuman setimpal, maka demokrasi tinggal papan nama dan hukum jadi dagangan,” tegasnya.
Perkumpulan Pemuda Keadilan juga menyampaikan lima tuntutan utama dalam aksinya: Pertama, tuntutan Hukuman Maksimal (Seumur Hidup/Mati) bagi hakim dan pengacara yang terbukti korup. Kedua; Pembongkaran Jaringan Mafia Hukum hingga ke level elite korporasi yang diduga terlibat.
Ketiga, penyitaan Seluruh Aset Hasil Suap dan gaya hidup mewah para tersangka. Keempat, persidangan Terbuka bagi seluruh hakim yang terlibat dan disiarkan ke publik. Serta kelima Reformasi Total Etika Profesi Hukum, termasuk tes integritas berkala bagi jaksa, hakim, dan pengacara.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dorongan kepada Kejagung dan Mahkamah Agung untuk mengembalikan marwah lembaga peradilan serta membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi hukum di Indonesia.
Dalam kasus ini, empat hakim telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, serta tiga majelis hakim yang menangani perkara yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Selain itu, panitera muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, yang saat sidang korupsi CPO masih bertugas di PN Jakarta Pusat, juga ikut menjadi tersangka. Dari pihak pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto, yang mewakili korporasi dalam perkara tersebut, turut dijerat bersama Kepala Tim Hukum Wilmar Group.