Kejaksaan Agung. Media Indonesia
Achmad Zulfikar Fazli • 14 March 2025 21:31
Jakarta: Ketentuan hak imunitas jaksa yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan, khususnya Pasal 8 Ayat 5, menuai sorotan. Aturan tersebut memberikan kekuasaan berlebih bagi Kejaksaan.
“Imunitas jaksa dalam UU Kejaksaan saat ini menjadi sorotan. Di kalangan mahasiswa, hal ini juga menjadi bahan diskusi, terutama terkait Pasal 8 Ayat 5 yang menyatakan pemanggilan, pemeriksaan, hingga penahanan jaksa hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Jaksa Agung,” ujar Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK), Syahril Syafiq Corebima, dalam diskusi publik bertema 'Tom Lembong, Keadilan, dan Imunitas Jaksa', yang diselenggarakan secara daring oleh Forum Kajian Demokrasi Kita (FOKAD), Jumat, 14 Maret 2025.
Dia menilai ketentuan ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Sebab, memberikan perlakuan khusus kepada jaksa daripada aparat penegak hukum lainnya.
“Jika seorang jaksa melakukan tindak pidana, aparat penegak hukum lain seperti kepolisian harus menunggu persetujuan Jaksa Agung sebelum bisa melakukan pemeriksaan. Ini tentu memberikan ruang bagi oknum jaksa untuk melarikan diri atau menghindari proses hukum,” tegas dia.
Syahril menyatakan hak imunitas memang diperlukan bagi jaksa. Tetapi, hak itu seharusnya hanya dalam konteks menjalankan tugas secara profesional, bukan sebagai tameng dari tindakan yang menyimpang.
“Saya pikir hak imunitas terhadap jaksa itu sudah cukup jelas, yakni dalam hal mereka menjalankan tugas secara profesional, mereka tidak bisa dituntut. Tapi ketika seorang jaksa melakukan tindak pidana, lalu harus menunggu izin Jaksa Agung sebelum diperiksa, ini jelas memberikan perlindungan yang tidak wajar bagi mereka,” papar Syahril.
Baca Juga:
RUU Kejaksaan Dikritik karena Dianggap Tak Efisien |