Tantangan Global hingga Domestik Beri Pukulan ke Industri Tekstil

Ilustrasi. (Dok. Kementerian Perindustrian)

Tantangan Global hingga Domestik Beri Pukulan ke Industri Tekstil

Eko Nordiansyah • 7 May 2025 19:54

Jakarta: Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menghadapi sejumlah tantangan baik dari sisi eksternal maupun domestik. Penurunan permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat yang mengenakan tarif hingga 32 persen pada produk tekstil tertentu menjadi salah satu alasan.

Selain itu, penurunan semakin diperberat oleh wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY), yang merupakan bahan baku penting bagi industri tekstil berbasis poliester.
 
POY dan DTY digunakan secara luas sebagai input utama dalam proses pembuatan kain sintetis dan produk tekstil lainnya. Ketersediaannya yang stabil dan kompetitif sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan dan efisiensi industri hilir, seperti garmen, konveksi, dan tekstil rumah tangga.

Dalam konteks ini, para pelaku usaha menyampaikan pandangan bahwa kapasitas produksi nasional untuk POY dan DTY saat ini masih memerlukan penguatan, terutama dalam aspek volume pasokan, konsistensi kualitas, dan keterjangkauan harga.
 
“Industri sangat memahami pentingnya instrumen trade remedies seperti BMAD untuk melindungi produsen dalam negeri. Namun, pelaksanaannya perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan hulu dan hilir agar tidak menimbulkan tekanan berlebih pada pelaku usaha, khususnya sektor hilir yang padat karya,” ujar Direktur PT Sipatamoda Indonesia Ian Syarif dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Mei 2025.
 

Baca juga: 

Biaya Produksi Tinggi, Industri TPT Terancam Gulung Tikar



(Ilustrasi. Foto: Dok Kemenperin)

Biaya produksi bakal meningkat

 Menurut data yang dihimpun dari berbagai perusahaan tekstil di sentra industri nasional, peningkatan bea masuk atas POY dan DTY berpotensi berdampak pada struktur biaya produksi yang pada akhirnya memengaruhi daya saing produk tekstil nasional, baik di pasar domestik maupun ekspor.
 
Dalam laporan akhir penyelidikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), diusulkan pengenaan BMAD dengan kisaran tarif hingga 42,30 persen. Terkait hal ini, pelaku industri telah menyampaikan petisi kepada Presiden Prabowo Subianto, sebagai bentuk aspirasi konstruktif yang mencerminkan harapan agar kebijakan pengendalian impor dilakukan secara proporsional dan berdasarkan peta kapasitas nasional.
 
Petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 101 perusahaan industri TPT nasional, yang menyampaikan perlunya pendekatan kebijakan yang memperhatikan ketersediaan bahan baku bagi sektor hilir, sekaligus tetap memberi ruang bagi tumbuhnya industri bahan baku domestik.
 
“Kami percaya, dengan kebijakan yang akomodatif dan berbasis data, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan keberlanjutan ekosistem industri tekstil secara menyeluruh,” tambah Ian.
 
Sebagai informasi, industri TPT saat ini menyerap lebih dari tiga juta tenaga kerja langsung, berkontribusi signifikan terhadap ekspor nonmigas, serta memiliki peran penting dalam pembangunan industri manufaktur nasional.

“Oleh karena itu, sinergi antara hulu dan hilir menjadi kunci dalam menghadapi tantangan global sekaligus menjaga ketahanan industri nasional,” ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)