Dorong Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Kudu Kebut Belanja Negara

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Dorong Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Kudu Kebut Belanja Negara

Husen Miftahudin • 15 July 2025 11:52

Jakarta: Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai pemerintah perlu mempercepat eksekusi belanja negara guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional yang masih bergerak moderat. Dalam situasi global yang belum stabil, belanja negara menjadi salah satu instrumen utama untuk menjaga momentum pertumbuhan.

"Setelah mencatat pertumbuhan PDB sebesar 4,87 persen (yoy) di kuartal I tahun ini, laju pertumbuhan ekonomi kami lihat masih belum membaik di kuartal II. Konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama pertumbuhan masih lemah, sementara sektor swasta cenderung menunggu arah kebijakan pemerintah," ungkap Research Director Prasasti Gundy Cahyadi, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 15 Juli 2025.

Prasasti menyampaikan momentum yang belum solid ini mengindikasikan perlunya kebijakan fiskal yang lebih agresif dalam waktu dekat. Data menunjukkan eksekusi belanja negara masih berjalan relatif lambat.

Hingga akhir Juni 2025, realisasi belanja baru mencapai 38,9 persen dari pagu APBN. Angka ini tertinggal dari realisasi tahun lalu di 42,0 persen dan juga lebih rendah dari rerata historis 41,2 persen di periode 2021-2024.

"Lambatnya serapan anggaran tahun ini sebagian besar disebabkan oleh penerimaan negara yang juga lebih rendah, terutama di awal tahun ini, sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan juga dampak dari implementasi sistem perpajakan baru," tambah Gundy.

Adapun hingga Juni, penerimaan negara baru mencapai 40,3 persen dari target, lebih rendah dari rerata lima tahun sebelumnya yang berada di atas 52,4 persen.
 

Baca juga: Kinerja APBN 2025 Belum Optimal hingga Semester I
 

Kebut realisasi anggaran di paruh kedua


Meski demikian, situasi ini justru memperkuat urgensi untuk melakukan front-loading belanja negara. Yakni, mempercepat realisasi anggaran di paruh kedua tahun ini. Kebijakan ini berfungsi sebagai counter-cyclical tool untuk mendorong permintaan domestik dan mengaktifkan kembali peran sektor swasta.

Dengan konsumsi dan investasi swasta yang cenderung wait-and-see, menurut dia, sinyal konkret dari pemerintah melalui belanja fiskal sangat dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian.

Langkah ini tentunya membawa implikasi pada jalur defisit fiskal. Jika belanja dipercepat, sementara penerimaan belum pulih penuh, defisit APBN 2025 kemungkinan dapat melebar di atas target 2,78 persen dari PDB, bahkan berpotensi mendekati atau melebihi batas tiga persen yang selama ini dijadikan rambu kehati-hatian fiskal.

"Namun, dalam konteks saat ini, pelebaran defisit seharusnya tidak langsung dianggap negatif, selama belanja diarahkan ke program produktif seperti hilirisasi industri, ketahanan pangan, transformasi UMKM, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran," jelas Gundy.

Penting juga untuk mencermati makroekonomi Indonesia relatif solid. Rasio utang terhadap PDB di bawah 40 persen, jauh di bawah banyak negara berkembang. "Sentimen pasar terhadap Indonesia terlihat tetap positif sepanjang tahun ini, tercermin dari total dana asing sebesar Rp42 triliun yang masuk ke pasar obligasi pemerintah di periode Januari-Juni 2025," ujarnya.

Ketiga lembaga pemeringkat utama juga terus mempertahankan peringkat layak investasi Indonesia. Ini mengindikasikan pasar menilai fondasi fiskal Indonesia cukup kuat untuk menghadapi dinamika jangka pendek.


(Ilustrasi penghitungan APBN. Foto: dok MI)
 

Perkuat penerimaan negara lewat intensifikasi perpajakan


Pemerintah juga perlu tetap melanjutkan upaya untuk memperkuat penerimaan negara melalui intensifikasi perpajakan, perbaikan kepatuhan, serta evaluasi terhadap efektivitas insentif fiskal yang ada.

"Komunikasi publik yang transparan mengenai strategi pengelolaan fiskal, termasuk kebijakan utang dan arah belanja, akan semakin penting untuk menjaga kepercayaan publik dan pasar," papar Gundy.

Prasasti meyakini, dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan, kehati-hatian fiskal tetap penting. Namun keberanian untuk bertindak, dengan mempercepat belanja yang tepat sasaran, akan sangat menentukan arah pemulihan ke depan.

"Front-loading belanja bukan semata respons jangka pendek, melainkan langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi dan penerimaan fiskal di masa depan," tegas Gundy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)