Gandeng Swasta dan Koperasi, PLN EPI Kembangkan Ekosistem Bioenergi

Ilustrasi. Foto: Dok istimewa

Gandeng Swasta dan Koperasi, PLN EPI Kembangkan Ekosistem Bioenergi

Eko Nordiansyah • 28 November 2025 10:55

Jakarta: PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mempercepat pengembangan bioenergi sebagai pilar transisi energi rendah karbon, sekaligus memperluas implementasi co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkuat kolaborasi dengan swasta dan koperasi.

Direktur Biomassa PLN EPI Hokkop Situngkir menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membangun ekosistem biomassa yang kuat dan berkelanjutan. Hokkop menyampaikan 95 persen biomassa yang digunakan PLN berasal dari limbah agro, limbah kehutanan, serta residu industri kayu dan kertas.

“Kami tidak menggunakan pendekatan menggunakan penanaman dan penanaman ulang (planting and replanting). Biomassa kami berbasis limbah. Potensi nasional mencapai 500 juta ton, namun pemanfaatan kita baru sekitar lima persen,” kata Hokkop dalam Breakout Forum & Knowledge Hub yang digelar di Electricity Connect 2025, dikutip Jumat, 28 November 2025.

Ia menilai tantangan biomassa tidak hanya pada kesiapan PLN, tetapi juga pada regulasi, infrastruktur, dan ekosistem industri. Berbeda dengan PLTU yang dibangun lengkap dengan ekosistemnya, program co-firing masuk di tengah jalan sehingga belum memiliki fasilitas memadai.

“Di sini letak peluang besar bagi PLN EPI dan sektor swasta untuk membangun rantai pasok dan fasilitas pengolahan yang terpadu. Di luar negeri, ketika berbicara co-firing, yang pertama dilihat adalah kontribusinya terhadap Net Zero Emission. Bagi mereka, Net Zero Emission merupakan manfaat yang bisa dikonversi dengan karbon,” ujar dia.

Untuk memperkuat ketahanan supply chain, PLN EPI mengembangkan model kemitraan yang melibatkan koperasi sebagai sub-hub dan aggregator sebagai pengolah biomassa. PLN EPI menandatangani MoU dengan Kementerian Koperasi agar mereka siap menjadi sub-hub untuk mengumpulkan biomassa.

Co-firing adalah bagaimana membuat molekul biologis mirip dengan bahan bakar fosil. Banyak produk di pasar yang berisiko menurunkan performa pembangkit, seperti menyebabkan derating. Karena itu Kami harus memastikan sumber dan kualitas biomassa benar-benar aman dan memenuhi standar operasional,” tegas dia.
 



(Ilustrasi. Foto: Dok istimewa)

Penurunan emisi hingga 2,2 juta ton

Sementara itu, VP Strategi & Pengembangan Bisnis Biomassa Anita Puspita Sari menegaskan co-firing biomassa merupakan solusi transisi energi yang paling siap diterapkan. Mendekati akhir 2025, sebanyak 48 lokasi PLTU telah mengimplementasikan co-firing, menggantikan sebagian batu bara dengan biomassa tanpa perlu membangun pembangkit baru.

“Kontribusinya signifikan. Ada equivalent emission reduction yang diperoleh dari penggantian bahan bakar fosil dengan biomassa,” kata Anita.

Menurutnya, potensi biomassa nasional sangat besar mulai dari tandan kosong kelapa sawit, limbah pertanian, kayu hingga residu organik lainnya. Namun, tantangan utama berada pada logistik dan sentralisasi bahan baku meskipun raw material tersebar di seluruh Indonesia.

“Mengumpulkannya tidak mudah karena lokasinya tidak terpusat. Dari aspek kualitas, tidak semua biomassa dapat langsung digunakan. Bahan baku berbasis kayu atau cangkang sawit low risk, tetapi biomassa dari pertanian atau sampah termasuk middle to high risk sehingga harus diproses agar setara dengan batu bara,” papar Anita.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)