Ekonomi Indonesia. Foto: MI.
Jakarta: Senior Economist, Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra menjelaskan Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di 2024 menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 5,2 persen.
"Hal ini mencerminkan pemasukan dari pemilu yang lebih kecil dari perkiraan. Kami masih memperkirakan pertumbuhan di semester pertama yang kuat, namun hasil pemilu Februari cukup meyakinkan sehingga tidak diperlukan adanya Pemilu putaran kedua," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 29 April 2024.
Dia menuturkan hal ini akan menurunkan dorongan konsumsi. Meskipun kemenangan telak Presiden terpilih Prabowo menghilangkan ketidakpastian politik, peningkatan investasi yang kuat diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Transisi pemerintahan, termasuk pembentukan kabinet, mungkin belum selesai hingga akhir 2024. Sementara pemilihan pemerintah daerah akan diadakan pada November. Inflasi pangan yang tinggi juga dapat mengurangi belanja konsumen, terutama di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah.
"Meskipun demikian, kami yakin perekonomian Indonesia masih berada dalam siklus ekspansi, sebagaimana tercermin dalam pertumbuhan pinjaman yang kuat (11,3 persen secara year on year di Februari dibandingkan 10,4 persen di Desember) dan membaiknya pinjaman luar negeri swasta non-bank. Belanja pemerintah juga meningkat pesat sebesar 30,1 persen secara year on year pada Februari, didorong oleh belanja pemilu," tegas dia.
Ekonomi global
Sebelumnya, Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB global tahun ini sebesar 3,1 persen atau tidak berubah dari 2023. Standard Chartered juga memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,2 persen pada tahun 2025, yang merupakan peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,1 persen.
Menurut laporan Global Focus Economic Outlook Q2-2024 yang dikeluarkan Standard Chartered belum lama ini, yang mencakup dan melihat prospek 58 negara di dunia, serta isu-isu geopolitik, dan implikasi pasar keuangan pada tahun ini dan seterusnya, Asia akan tetap menjadi mesin penggerak utama pertumbuhan perekonomian global.