Ilustrasi. Foto: MI/Susanto.
Media Indonesia • 12 February 2024 14:46
Jakarta: Reindustrialisasi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan produktivitas ekonomi menjadi pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan oleh pemerintahan berikutnya. Sebab, tiga hal tersebut tampak berjalan di tempat dalam 10 tahun terakhir.
"PR terbesar yang bisa diselesaikan oleh pemerintahan berikutnya adalah mendorong kembali sektor manufaktur, penciptaan lapangan kerja yang baik, dan meningkatkan produktivitas," ujar ekonom makroekonomi dan keuangan LPEM UI Teuku Riefky saat dihubungi, Senin, 12 Februari 2024.
Pernyataan tersebut berkaitan dengan sejumlah pencapaian yang dinilai belum berhasil dilakukan oleh pemerintahan era Joko Widodo. Ketiganya, kata Riefky, merupakan kunci utama untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Namun mendekati satu dekade, pemerintahan Jokowi, sapaan karib Joko Widodo, dinilai belum mampu menuntaskan tiga hal tersebut secara baik. "Ini sebetulnya menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi memang belum banyak progres dilakukan dalam 10 tahun ke belakang," kata Riefky.
"Itu semua masih menjadi janji-janji di pemerintahan sebelumnya dan belum tercapai dengan baik," tambah dia.
Mendorong pertumbuhan industri manufaktur, menciptakan lapangan pekerjaan seluasnya, dan mendorong produktivitas ekonomi juga dinilai dapat menjadi modal bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing di tingkat global.
Baca juga: Industri Pengolahan Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi di Tahun 2023
Pemanfaatan bonus demografi
Ketiganya juga disebut dapat menjadi sarana pemanfaatan bonus demografi yang akan dirasakan Indonesia, setidaknya hingga 10 tahun ke depan. Jika hal itu dapat dioptimalisasi, maka visi untuk menjadi negara maju berpeluang untuk tercapai.
Sebab, salah satu syarat agar Indonesia bisa naik kelas ialah pertumbuhan ekonomi setidaknya harus berkisar 6,5 persen hingga 7,0 persen setiap tahunnya. Namun hampir satu dekade ini ekonomi dalam negeri relatif stagnan di angka lima persen.
Riefky mengatakan, kondisi itu sedianya tak sepenuhnya kesalahan dari pemerintahan saat ini. Pasalnya, di awal pemerintahan Jokowi, Indonesia baru saja kehilangan momentum dari ledakan komoditas (
commodity boom).
Itu menyebabkan ekonomi dalam negeri menjadi kurang optimal lantaran salah satu mesin pertumbuhannya melemah. "Di akhir pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), itu adalah akhir dari masa kita menikmati
commodity boom, sehingga kita sebetulnya saat itu kehilangan satu mesin pertumbuhan ekonomi," jelas Riefky.
"Di awal periode kedua Jokowi, kita mengalami covid-19. Itu memberi dampak terhadap kapasitas pertumbuhan ekonomi kita. Jadi memang dalam periode kedua ini Jokowi tidak mendapatkan kondisi yang mudah, mengalami
start yang cukup sulit," lanjut dia.
Riefky menambahkan, salah satu yang dapat menjadi modal bagi pemerintahan berikutnya dalam mengakselerasi perekonomian Indonesia ialah melalui pemanfaatan
infrastruktur yang telah terbangun.
Dia berharap berbagai proyek infrastruktur yang digarap oleh pemerintahan Jokowi dapat menjadi modal untuk mendorong industrialisasi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan produktivitas. "Kita harapkan ini bisa menjadi fondasi yang cukup baik bagi pemerintahan berikutnya," tutup Riefky.
(M ILHAM RAMADHAN)