Anita Wahid Lihat Fenomena 'Mendinganisme' di Publik Soal Demokrasi

Putri ketiga Gus Dur, Anita Wahid. Foto: Tangkapan layar.

Anita Wahid Lihat Fenomena 'Mendinganisme' di Publik Soal Demokrasi

Fachri Audhia Hafiez • 11 February 2024 19:02

Jakarta: Putri ketiga Presiden ketiga RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Anita Wahid, melihat fenomena mendinganisme di publik dalam hal memahami demokrasi. Mendinganisme yang dimaksud yaitu demokrasi saat ini tidak lebih parah dari era orde baru (orba). 

"Kayak ada semacam pandangan baru mendinganisme. Jadi kalau misalnya ngomongin 'wah kita sekarang makin susah bicara, oh masih mending dibandingin masa orba dulu. Jadi ini sih masih bisa gitu kamu masih bebas, kita masih bisa nge-tweet' gitu misalnya," kata Anita dalam diskusi virtual bertajuk 'Kotak Pandora Manipulasi Demokrasi dan Perlawanan Kaum Intelegensia: Outlook Demokrasi LP3ES 2024', Minggu, 11 Februari 2024.

Anita mengatakan bagi negara penganut demokrasi kebebasan berbicara harus diutamakan. Sementara, terdapat fenomena ketika publik berpendapat ada operasi yang menentang itu.

"Bahwa adanya operasi terhadap kelompok tertentu untuk berbicara itu sudah mengarah kepada tujuan yang bertentangan dengan demokrasi," ujar Anita.

Civitas Akademika Universitas Canberra itu menuturkan terdapat tiga prinsip demokrasi yang perlu dipahami publik. Pertama yakni prinsip dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. 
 

Baca juga: Perguruan Tinggi Memperkuat Masyarakat Melawan Hambatan Demokratisasi

Prinsip tersebut dapat diimplementasikan ketika adanya pengambilan keputusan. "Oleh karenanya maka semua proses pengambilan keputusan termasuk juga undang-undang wajib melibatkan rakyat wajib, wajib dikonsultasikan untuk mereka bisa memahami apa yang sebenarnya kita butuhkan," ujar Anita.

Prinsip kedua yakni konstitusional. Dalam hal ini, lanjut Anita, aturan perundang-undangan hingga turunnya harus sesuai dengan konstitusi.

"Termasuk dalam hal penegakan hukumnya artinya apa penegakan hukum harus benar-benar efektif, dalam artian menjadikan meletakkan posisi kita semua itu setara di hadapan hukum tidak tajamnya ke bawah tapi tumpul ke atas," ucap Anita.

Prinsip ketiga yakni pengakuan dan kehormatan kepada hak asasi manusia. Dia menekankan hak tidak hanya memberikan untuk hidup, bekerja, mendapatkan pendidikan, hingga beribadah.

Anita mencontohkan soal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi beleid yang penuh kontroversial itu mesti dikritisi karena terdapat hak masyarakat yang diambil karena dikhawatirkan mengurangi giat KPK, sementara korupsi terjadi dimana-mana.

"Jadi sulit sekali melakukan pemberantasan ,maka ada hak rakyat atas sebagian sumber daya negara yang seharusnya bisa dipergunakan untuk kepentingan mereka itu diambil, itu sama koruptor," kata Anita.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)