Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir. Dokumentasi/Istimewa
Yogyakarta: Mantan Presiden Soeharto diusulkan menjadi salah satu sosok yang diberi gelar pahlawan nasional. Adanya nama tersebut menjadi polemik, bahkan Setara Institut menyebut Soeharto tak layak mendapatkan gelar pahlawan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta pihak pro dan kontra usulan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto duduk bersama dalam sebuah dialog rekonsiliatif mencari titik temu.
"Semuanya harus ada dialog dan titik temu perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," kata Haedar, Sabtu, 26 April 2025.
Haedar tak menjabarkan alasan rinci mengapa pihak pro dan kontra perlu rekonsiliasi mencari titik temu. Meskipun, ia juga menyinggung kontroversi pada beberapa nama pahlawan nasional saat pengusulannya.
"Dulu kita kontroversi soal Bung Karno sampe kemudian waktu itu terlambat diberi gelar pahlawan, padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator dan sebagainya," jelasnya.
Selain Soekarno, ada juga nama-nama seperti Mohammad Natsir dan Buya Hamka. Haedar mengatakan dua nama terakhir waktu itu juga sempat jadi polemik meskipun akhirnya diberikan gelar.
Menurut Haedar, saat ini waktunya membangun dialog rekonsiliatif dalam menyelesaikan segala kebuntuan melalui mekanisme ketatanegaraan sesuai koridor. Ia berharap rekonsiliasi bisa jadi solusi dari sebuah perdebatan yang kontradiktif dalam berbagai persoalan bangsa bisa segera disudahi.
"Ke depan coba bangun dialog untuk rekonsiliasi, lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada HAM dan sebagainya, itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," ungkap Haedar.
Sebelumnya Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menjabarkan enam syarat pemberian gelar atau tanda kehormatan itu antara lain WNI, memiliki integritas moral dan keteladanan.
Berikutnya berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara, dan tidak pernah dipidana, dan minimal lima tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari syarat umum tersebut, Hendardi menyoroti syarat berkelakuan baik dalam pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto. Pasalnya, Soeharto terganjal dengan berbagai pelanggaran HAM maupun kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya yang terjadi selama rezim otoritarian dan militeristik Orde Baru.
"Dan itu belum pernah diuji melalui proses peradilan," terang Hendardi lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Jumat, 25 April 2025.