Penjelasan IDI Terkait Bahaya atau Tidaknya Paparan Radioaktif Cesium dalam Produk Pangan

Anggota Tim Khusus Pelaksana mengukur tingkat paparan radiasi saat dekontaminasi di Kawasan Industri Modern Cikande. ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/nym.

Penjelasan IDI Terkait Bahaya atau Tidaknya Paparan Radioaktif Cesium dalam Produk Pangan

Ficky Ramadhan • 3 October 2025 16:13

Jakarta: Amerika Serikat baru-baru ini menolak salah satu produk udang beku asal Indonesia setelah ditemukan adanya kandungan isotop radioaktif Cesium-137. Temuan ini memunculkan kekhawatiran terkait dampak kesehatan dari zat tersebut apabila masuk ke tubuh manusia.

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Iqbal Mochtar menjelaskan bahwa Cesium-137 merupakan isotop yang memancarkan sinar beta dan sinar gamma. Paparan dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan serius.

"Kalau terkontaminasi dalam jangka waktu lama dengan dosis yang tinggi, itu memang bisa menimbulkan hal-hal yang tidak bagus. Seperti mual, muntah, gangguan pencernaan, bahkan gangguan pembuluh darah. Itu kalau sifatnya akut. Kalau kronis, bisa menimbulkan penyakit kronis termasuk kanker," kata Iqbal saat dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 3 Oktober 2025.

Meski demikian, ia menekankan bahwa toksisitas isotop ini tidak bersifat mutlak. Hal itu tergantung dengan dosis yang dikonsumsi.

"Perlu dipahami bahwa toksisitas sebuah isotop seperti ini tidak bersifat all or none. Jadi tergantung dosis yang dikonsumsi dan jalur masuknya ke tubuh, apakah lewat pernapasan atau makanan," ungkap Iqbal.
 

Baca juga: Terpapar Radioaktif di Serang, 9 Orang Dirawat

Iqbal juga menyebutkan, bila konsentrasi Cesium-137 berada di bawah standar intervensi dan paparan hanya terjadi satu atau dua kali, dampaknya terhadap kesehatan relatif kecil. Hal ini karena isotop tersebut bisa dikeluarkan kembali oleh tubuh.

"Kadar Cesium-137 seperti yang ditemukan di udang beku sekitar 68 MBq. Sementara standar intervensinya itu jauh di atas itu. Jadi sebenarnya bisa dikatakan bahwa kontaminasi ini mungkin tidak terlalu signifikan," sebut Iqbal.

Kendati begitu, Iqbal menegaskan perlunya investigasi untuk melacak sumber kontaminasi. Menurut dia, sekecil apapun temuan kontaminasi tetap harus diperhatikan.

"Terlepas dari apakah ada perbedaan dalam penetapan standar, setiap kontaminasi perlu dilakukan investigasi. Karena sekecil apapun kontaminasi itu, kalau terjadi berulang, bisa menyebabkan gangguan kesehatan yang lebih serius," ujar Iqbal.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)