Jakarta: Perairan Selat Bali dikenal sebagai salah satu jalur laut tersibuk di Indonesia yang menghubungkan Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi (Jawa Timur) dan Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Namun di balik peran vitalnya sebagai jalur transportasi dan logistik, Selat Bali juga menyimpan ancaman bahaya yang tidak bisa diabaikan.
Peristiwa tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya pada Rabu malam, 2 Juli 2025 menjadi pengingat nyata bahwa keselamatan pelayaran di Selat Bali masih rentan. Kapal KMP Tunu Pratama Jaya itu dilaporkan mengalami mengalami blackout atau mati total listrik dan mesin kemudian terbalik pada pukul 23.35 WIB.
Karakteristik Perairan Selat Bali
Mengutip dari laman
Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Bali Utara atau yang dikenal dengan Laut Bali termasuk ke dalam palung laut Bali Flores yang memiliki kedalaman sekitar 700 meter. Semakin ke timur, kedalamannya bisa mencapai 1,3 kilometer.
Kondisi perairan Bali Utara juga terkenal memiliki arus laut yang kuat dan memutar. Hal ini dipengaruhi oleh arus global yang disebut Alindo atau arus laut Kepulauan Indonesia.
Karena memiliki karakteristik yang dalam, Laut Bali sudah lama ditetapkan sebagai tempat latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), khususnya kapal selam.
Lantas, seberapa bahaya perairan Selat Bali ini? Berikut beberapa karakteristik khas Selat Bali yang membuat pelayaran di wilayah ini perlu ekstra waspada.
1. Arus Laut Kuat dan Tidak Stabil
Selat Bali memiliki arus bawah laut yang kuat dan sering berubah-ubah. Fenomena ini diperparah oleh perbedaan tekanan antara Laut Jawa dan Samudra Hindia yang berdekatan. Banyak
kapal yang kesulitan mengontrol arah saat arus tiba-tiba berubah.
2. Kondisi Cuaca yang Cepat Berubah
Meski tampak tenang di pagi hari, cuaca di Selat Bali bisa berubah secara drastis dalam hitungan jam. Kabut tebal, angin kencang, dan hujan deras sering muncul tanpa peringatan yang memadai, mengganggu visibilitas dan manuver kapal.
3. Kedalaman dan Topografi Bawah Laut yang Kompleks
Selat ini memiliki kontur dasar laut yang dalam dan curam, dengan potensi arus balik (
rip current) yang kuat. Hal ini dapat mempersulit evakuasi saat kapal mengalami gangguan.
4. Lalu Lintas Laut yang Padat
Ribuan kendaraan dan penumpang menyeberang setiap harinya. Tingginya volume penyeberangan meningkatkan risiko kecelakaan jika tidak diimbangi dengan sistem navigasi dan pengawasan yang ketat.
Kecelakaan yang menimpa KMP Tunu Pratama Jaya bukan yang pertama terjadi di Selat Bali. Sebelumnya, Kapal KMP Gerbang Samudra 2 juga mengalami hal yang sama, disusul sehari kemudian oleh KMP Agung Samudra 9.
Tiga kecelakaan beruntun di jalur vital penyeberangan Jawa-Bali ini menorehkan keprihatinan mendalam, sekaligus menjadi peringatan keras akan pentingnya pembenahan sistem keselamatan pelayaran.