Gejolak Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Bakal Terus Menanjak

Ilustrasi minyak dunia. Foto: Dok ICDX

Gejolak Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Bakal Terus Menanjak

Eko Nordiansyah • 16 June 2025 11:17

Jakarta: Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali mencatatkan kenaikan pada awal pekan ini, memperpanjang reli tajam yang terjadi sejak Jumat lalu. Lonjakan harga terjadi seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah setelah serangan udara antara Israel dan Iran semakin meluas.

Pada Senin pagi, 16 Juni 2025, harga minyak WTI tercatat naik USD1,10 atau sekitar 1,5 persen menjadi USD74,08 per barel. Kenaikan ini menambah akumulasi penguatan lebih dari tujuh persen yang telah dicapai pada sesi perdagangan sebelumnya.

Analis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha menilai, kondisi teknikal saat ini menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap tren bullish. Dari sisi teknikal, formasi candlestick yang terbentuk serta pergerakan Moving Average menunjukkan tren bullish masih mendominasi pergerakan harga WTI.

Ia mengatakan, sinyal teknikal ini diperkuat oleh volume transaksi opsi beli (call options) minyak senilai USD80 yang mencapai level tertinggi sejak Januari 2025, menunjukkan ekspektasi kuat dari para pelaku pasar harga minyak masih akan terus naik.

"Pasar menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap kenaikan harga minyak, khususnya setelah melonjaknya pembelian opsi beli di harga USD80. Ini merupakan indikator banyak trader yang memperkirakan adanya potensi gangguan pasokan dari kawasan Timur Tengah," ujar Andy dalam keterangan tertulis.

Ia juga menambahkan, jika tekanan bullish berlanjut, harga WTI berpotensi menguji area resistance di level USD77 dalam waktu dekat.
 

Baca juga: 

Harga Minyak Lanjutkan Kenaikan Akibat Konflik Israel-Iran



(Ilustrasi. Foto: Freepik)

Faktor geopolitik menjadi pendorong utama

Serangan balasan antara Israel dan Iran pada akhir pekan mengakibatkan korban sipil serta meningkatnya kekhawatiran akan konflik berskala lebih besar di kawasan. Ketegangan ini mengarah pada risiko gangguan distribusi minyak, terutama di Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang dilewati sekitar 20 persen dari konsumsi minyak global.

Iran merupakan produsen utama OPEC dengan produksi sekitar 3,3 juta barel per hari dan ekspor lebih dari dua juta barel. Serangan terhadap infrastruktur energi Iran atau potensi blokade Selat Hormuz akan sangat mengganggu suplai global. Meskipun OPEC dan sekutunya memiliki kapasitas cadangan untuk menutup kekurangan tersebut, pasar tetap merespons dengan kekhawatiran tinggi terhadap ketidakpastian pasokan.

“Jika harga gagal mempertahankan tren naiknya dan terjadi tekanan jual, maka WTI berpotensi terkoreksi menuju support terdekat di level USD71. Oleh karena itu, pelaku pasar disarankan untuk mencermati pergerakan harga pada area kritis tersebut,” jelas dia.

Sentimen pasar saat ini sangat dipengaruhi oleh dinamika politik global. Pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump yang menyarankan perlunya ‘pertarungan’ sebelum gencatan senjata tercapai menambah kompleksitas situasi. Dalam kondisi seperti ini, volatilitas harga minyak diprediksi akan tetap tinggi.

“Secara keseluruhan, harga minyak mentah WTI untuk jangka pendek masih dalam kecenderungan naik. Jika konflik Timur Tengah terus memanas dan tidak ada solusi diplomatik dalam waktu dekat, harga minyak berpotensi menembus level psikologis berikutnya,” kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)