Ilustrasi. Medcom
Theofilus Ifan Sucipto • 31 July 2023 15:42
Jakarta: Polri menjelaskan alasan rencana memblokir ratusan ribu handphone dengan nomor international mobile equipment identity (IMEI) ilegal. Tindakan itu untuk memastikan gawai bukan hasil selundupan.
"Supaya kita mengetahui handphone itu apakah memang yang bersangkutan beli (dari) black market," kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid saat dihubungi, Senin, 31 Juli 2023.
Adi mengatakan banyak yang menjual iPhone di toko daring dengan harga murah, namun garansi internasional. Sedangkan garansi seperti iBox lebih mahal.
"Jadi tujuannya itu membedakan," papar jenderal bintang satu itu.
Adi menyebut pihaknya bakal membentuk posko pengaduan di daerah. Masyarakat yang ponselnya terblokir bisa melapor dan akan didata.
Selain itu, alasan lainnya ialah melacak apakah ponsel seseorang dibeli dari toko resmi atau bukan. Masyarakat yang merasa membeli dari toko resmi tapi ikut terblokir bisa melapor ke posko.
"Misalnya beli resmi, (tapi terblokir), berarti dia kan korban," tutur dia.
Bareskrim Polri akan mematikan atau shutdown 191 ribu gawai yang melakukan registrasi Mobile Equipment Identity atau IMEI tidak sesuai prosedur. Hal ini menyusul kasus akses ilegal pada Centralized Equipment Identity Register (CEIR), aplikasi yang mengolah informasi IMEI.
"Dari proses penyelidikan yang kami lakukan berlangsung antara tanggal 10 Oktober sampai tanggal 20 Oktober, di sini kami menemukan ada sejumlah 191 ribu handphone yang ilegal tanpa melalui prosedur verifikasi," kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid kepada wartawan dikutip, Sabtu, 29 Juli 2023.
Vivid mengatakan seharusnya registrasi IMEI handphone (HP) hanya dapat dilakukan operator ponsel, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian. Menurut dia, registrasi oleh operator seluler bisa digunakan setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan dibatasi tidak lebih dari 90 hari.
Dittipidsiber Bareskrim Polri menetapkan dua aparatur sipil negara (ASN) dari Kementerian Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai tersangka. Keduanya berinisial F dan A.
Total ada enam tersangka dalam kasus ini. Empat tersangka lainnya dari pihak swasta selaku pemasok alat komunikasi elektronik atau device electronic ilegal. Mereka berinisial P, D, E, P.
Pengungkapan kasus ini berdasarkan laporan polisi LP/B/0099/II/2023/SPKT/Bareskrim tanggal 14 Februari 2023. Para tersangka dijerat Pasal 46 ayat 1, Pasal 30 ayat 1, Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat 1, Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).