Personel militer Myanmar melakukan patroli rutin di bawah kekuasaan junta. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 23 December 2025 19:34
Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa, 23 Desember 2025 menuduh junta militer Myanmar menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk memaksa warga mengikuti pemilu mendatang yang berada di bawah kendali militer.
Pada saat yang sama, kelompok bersenjata penentang junta juga disebut menerapkan taktik serupa untuk menjauhkan masyarakat dari proses pemungutan suara.
Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Türk, menegaskan bahwa otoritas militer Myanmar harus segera menghentikan praktik represif tersebut.
“Otoritas militer di Myanmar harus menghentikan penggunaan kekerasan brutal untuk memaksa masyarakat memberikan suara dan menghentikan penangkapan terhadap mereka yang menyuarakan pandangan berbeda,” kata Türk, seperti dikutip Channel News Asia, Selasa, 23 Desember 2025.
Ia juga mengecam ancaman serius yang datang dari kelompok-kelompok bersenjata yang menentang pemerintahan militer, yang menurutnya turut memperburuk situasi keamanan dan semakin membatasi ruang sipil bagi warga Myanmar menjelang pemilu.
Pemilu di Bawah Bayang Militer
Myanmar yang berpenduduk sekitar 50 juta jiwa saat ini masih dilanda perang saudara. Pemungutan suara tidak akan digelar di wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak. Di daerah yang berada di bawah kendali junta, putaran pertama pemilu dijadwalkan berlangsung mulai 28 Desember, termasuk di Yangon, Mandalay, dan ibu kota Naypyidaw.
Seorang warga Myitkyina di Myanmar utara mengatakan militer hanya berupaya melegitimasi kekuasaan yang direbut melalui kudeta. Ia menyatakan akan memboikot pemilu tersebut.
“Hampir tidak ada yang tertarik dengan pemilu ini. Namun, sebagian orang khawatir akan menghadapi masalah jika tidak ikut memilih,” ujarnya secara anonim.
Berbeda dengan pemilu sebelumnya, kampanye kali ini nyaris tanpa mobilisasi massa. Tidak terlihat gelombang dukungan publik seperti yang pernah dipimpin Aung San Suu Kyi.
Berdasarkan konstitusi Myanmar saat ini, 25 persen kursi parlemen otomatis dialokasikan bagi militer. Setelah hampir satu dekade pemerintahan sipil, militer kembali merebut kekuasaan melalui kudeta pada 2021, menyusul kemenangan telak Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi dalam pemilu 2020.
Suu Kyi kini menjalani hukuman 27 tahun penjara atas sejumlah dakwaan yang oleh pemantau HAM dinilai bermotif politik. Putranya, Kim Aris, mengatakan ibunya tidak akan menganggap pemilu tersebut bermakna.
NLD serta sebagian besar partai peserta pemilu 2020 telah dibubarkan. Jaringan Pemilu Bebas Asia mencatat sekitar 90 persen kursi dalam pemilu sebelumnya dimenangkan partai-partai yang kini tidak ikut serta. Partai pro-militer Union Solidarity and Development Party menjadi peserta terbesar dalam pemilu mendatang.
Baca juga:
PBB Kecam Keras Serangan Udara ke Rumah Sakit Myanmar