May Day di Jogja, Kritisi Buruh Migran Tak Dilindungi, di Dalam Negeri Tak Dihargai

Aksi peringatan Hari Buruh Internasional di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis, 1 Mei 2025. Metrotvnews.com/ Ahmad Mustaqim

May Day di Jogja, Kritisi Buruh Migran Tak Dilindungi, di Dalam Negeri Tak Dihargai

Ahmad Mustaqim • 1 May 2025 13:11

Yogyakarta: Ratusan massa kelompok buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuntut pemenuhan kesejahteraan dan keadilan. Massa dari puluhan elemen buruh tersebut menggelar unjuk rasa peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis, 1 Mei 2025. 

Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Kirnadi, mengatakan aksi yang diikuti para buruh, petani, pekerja, pelajar, seniman, pedagang, juru pakir, hingga aktivis, menuntut pemerintah memenuhi kewajibannya melindungi rakyat. Perlindungan itu dari berbagai aspek. 

"Kami menuntut pemerintah merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi," kata Kirnadi di Yogyakarta.
 

Baca: Presiden Prabowo Janjikan Pengesahan RUU PPRT Tak Lebih dari 3 Bulan
 
Dia mengatakan UU itu menjadi dasar perlindungan buruh di Indonesia. Pasalnya, banyak ketidakadilan yang masih dialami para buruh, termasuk upah rendah. 

"Dalam lingkup Yogyakarta, kami menuntut kenaikan upah buruh di Yogyakarta 50 persen. Karena apa? Upah buruh di sini menjadi salah satu yang terendah di Indonesia," jelasnya. 

Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan kebijakan negara lebih banyak menguntungkan pemilik modal. Ia mengatakan suara-suara seruan rakyat bawah masih banyak diabaikan. 

"Kami turun ke jalan bukan untuk merayakan seremoni, tetapi untuk menyampaikan jeritan kolektif kaum tertindas yang terus diremehkan, diabaikan, dan dibungkam. Di tengah megahnya pembangunan yang hanya menguntungkan segelintir, kami menyaksikan penderitaan kian meluas," kata Irsad. 

Ia mengatakan upah buruh selama ini cukup hanya sekadar membeli beras. Sementara, iklim dunia kerja kian tak pasti dam sistem kontrak kian menambah penderitaan buruh. 

"Harga kebutuhan melambung, sementara hak-hak kami dirampas lewat undang-undang yang disusun tanpa mendengar suara kami," ujarnya.

Ia menegaskan hidup para buruh semakin tercekik oleh upah rendah, ketidakpastian kerja, mahalnya biaya hidup, dan hukum yang tidak berpihak. Selain itu, ia melanjutkan, para petani kehilangan tanah karena alih fungsi lahan dan proyek strategis nasional. 

"Warga miskin kota terus digusur atas nama pembangunan. Para pekerja digital dan kreatif terus dibiarkan tanpa perlindungan. Ini bukan kemajuan. Ini adalah pemiskinan yang disengaja," ucapnya. 

Sementara perwakilan pekerja migran dalam orasinya menyatakan pemerintah kian tak peduli nyawa dan keselamatan warganya yang mengadu peruntungan di luar negeri. Menurut orator itu, pemerintah mempercepat ekspor tenaga kerja tapi tak peduli dengan keadilan. 

"Selama masih ada buruh tertindas, kita belum sepenuhnya bebas," kata dia. 

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)