Ilustrasi NFT. Foto: pluang.com
Jakarta: Non-Fungible Token (NFT) telah menjadi fenomena global yang mengubah konsep kepemilikan aset digital. Berikut adalah penjelasan komprehensif mengenai NFT, dilansir dari laman OCBC dan DJKN Kemenkeu.
NFT atau Non-Fungible Token adalah token digital yang merepresentasikan kepemilikan atas aset unik seperti seni digital, musik, maupun koleksi virtual. Berbeda dari aset kripto yang bersifat fungible atau dapat dipertukarkan, setiap NFT memiliki identitas dan nilai yang unik.
Contoh transaksi yang pernah mencuri perhatian publik adalah penjualan karya digital Beeple senilai USD69 juta di Balai Lelang Christie’s pada 2021, serta NFT berjudul The Pixel karya Pax yang terjual USD1,3 juta di Sotheby’s pada tahun yang sama.
Cara kerja NFT
1. Pembuatan token
NFT dibuat (
minted) pada blockchain umumnya Ethereum yang mencatat kepemilikan dan transaksi secara permanen.
2. Kode unik
Setiap NFT memiliki kode identitas yang membedakannya dari token lain.
3. Dompet digital
Kepemilikan NFT disimpan dalam dompet digital
wallet dan transaksi dilakukan menggunakan mata uang kripto.
(Bored Ape, salah satu produk NFT yang sempat viral. Foto: Wikimedia Commons)
Peluang, tantangan, dan regulasi
NFT memiliki beberapa fungsi utama. Pertama, sebagai instrumen investasi digital dengan potensi keuntungan besar, misalnya dari penjualan karya seni bernilai miliaran rupiah. Kedua, teknologi blockchain yang digunakan mampu melindungi karya dengan memastikan keaslian serta mencegah duplikasi tanpa izin. Ketiga, NFT memberikan sertifikat kepemilikan digital yang bersifat eksklusif, meski hak cipta tetap berada di tangan pencipta asli.
NFT juga menghadapi tantangan dan kontroversi. Pemilik NFT tidak otomatis mendapatkan hak cipta penuh atas karya yang dibelinya. Selain itu, transaksi dengan mata uang kripto yang bersifat anonim berpotensi dimanfaatkan untuk pencucian uang.
Blockchain juga tidak bisa memverifikasi keaslian konten, sehingga NFT bisa saja dibuat dari karya bajakan.
Dari sisi hukum, Indonesia mewajibkan NFT dilaporkan dalam SPT Tahunan dan dikenakan pajak penghasilan sesuai UU No. 36/2008. Secara global, beberapa negara seperti Jerman dan Amerika Serikat telah memiliki regulasi spesifik, sementara Inggris mengaturnya melalui otoritas keuangan FCA. OECD mendorong adanya pembedaan perlakuan pajak berdasarkan jenis NFT, misalnya security token dan payment token.
NFT menawarkan peluang besar di era digital, tetapi penting bagi setiap orang untuk memahami mekanisme kerja, risiko, serta aspek hukum yang menyertainya agar dapat memanfaatkannya secara bijak.
(Muhammad Adyatma Damardjati)