Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba. Foto: Jiji Pers
Fajar Nugraha • 4 February 2025 12:57
Tokyo: Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk menawarkan perawatan medis di negara ekonomi terbesar keempat di dunia, bagi warga Gaza yang sakit dan terluka. Hal ini diutarakan oleh Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
Ishiba mengatakan dalam sidang parlemen pada Senin 3 Februari 2025 bahwa pemerintahannya sedang menyusun kebijakan untuk memberikan dukungan di Jepang bagi "mereka yang sakit atau terluka di Gaza".
Ia mengatakan bahwa kesempatan pendidikan juga dapat ditawarkan kepada orang-orang dari Gaza, yang berada di bawah gencatan senjata yang rapuh dengan Israel.
Ishiba menanggapi seorang anggota parlemen yang bertanya apakah skema tahun 2017 untuk menerima pengungsi Suriah sebagai siswa dapat digunakan sebagai titik acuan untuk membantu warga Gaza.
"Kami berpikir untuk meluncurkan program serupa untuk Gaza, dan pemerintah akan berupaya mewujudkan rencana ini," kata Ishiba, seperti dikutip Channel News Asia, Selasa 4 Februari 2025.
Langkah-langkah yang dibahas di parlemen berbeda dengan kebijakan suaka utama Jepang, yang telah lama dikritik karena rendahnya jumlah klaim yang diberikan oleh negara tersebut.
Pada 2023, Jepang menerima 1.310 orang yang mencari suaka – kurang dari 10 persen dari 13.823 pelamar.
“Di bawah kerangka kerja yang berbeda, hingga akhir tahun lalu, Jepang telah menerima total 82 orang sebagai pelajar dari Suriah yang diakui sebagai pengungsi oleh badan pengungsi PBB,” kata seorang pejabat kementerian luar negeri yang bertanggung jawab atas program bantuan.
“Skema itu ditujukan untuk mendidik para pemimpin masa depan Suriah sebagai bagian dari kebijakan bantuan luar negeri jangka panjang Jepang,” kata pejabat itu kepada AFP.
Kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan 50 pasien Palestina, termasuk 30 anak-anak penderita kanker, dan rekan-rekan mereka melewati penyeberangan Rafah yang dibuka kembali ke Mesir pada hari Sabtu sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari.
Direktur rumah sakit Gaza mengatakan 6.000 pasien siap dipindahkan dari wilayah Palestina, dan lebih dari 12.000 "sangat membutuhkan perawatan".