ASEAN Tuntaskan Perjanjian Dagang Baru demi Hadapi Tarif AS

Pertemuan Menlu ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 25 Mei 2025. (myasean2025.my)

ASEAN Tuntaskan Perjanjian Dagang Baru demi Hadapi Tarif AS

Willy Haryono • 26 May 2025 09:48

Kuala Lumpur: Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-46 ASEAN, kawasan Asia Tenggara menyelesaikan negosiasi dua perjanjian dagang utama yang akan ditandatangani Oktober mendatang: peningkatan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan versi 3.0 dari China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA).

Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Abdul Aziz, menyebut pencapaian ini sebagai langkah penting untuk menjaga daya saing ASEAN di tengah ketidakpastian global.

“Keberhasilan ini akan memperkuat integrasi ekonomi regional dan menciptakan manfaat signifikan bagi ASEAN,” ujarnya usai memimpin pertemuan Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN, Minggu 25 Mei 2025.

Melansir dari Channel News Asia, Senin 26 Mei 2025, perjanjian ATIGA yang diperbarui akan menargetkan pengurangan tarif lebih lanjut serta penghapusan hambatan non-tarif antaranggota ASEAN.

“Kita ingin memperkuat perdagangan intra-ASEAN yang saat ini hanya mencakup sekitar 23 persen dari total perdagangan kawasan,” jelas Tengku Zafrul.

Sementara itu, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Gan Kim Yong, menyebut kesepakatan tersebut sebagai bukti komitmen ASEAN terhadap kawasan yang lebih resilien dan terintegrasi.

Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan perdagangan berbasis aturan untuk mendukung dunia usaha.

ASEAN Pilih Strategi 'Lebih Berani'

Di tengah memburuknya tensi perdagangan global akibat kebijakan tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump, ASEAN memposisikan diri untuk menghadapi tantangan tanpa melakukan aksi balasan langsung. Tengku Zafrul menegaskan bahwa ASEAN tetap berkomitmen pada sistem perdagangan multilateral berbasis aturan.

“Kita tidak merencanakan langkah-langkah balasan,” kata Tengku Zafrul, seraya menambahkan bahwa setiap negara anggota berhak mengatur strategi bilateralnya dengan AS. Meski demikian, ia menekankan pentingnya posisi kolektif ASEAN dalam menghadapi tekanan global.

Malaysia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, mendorong strategi ekonomi yang lebih proaktif. “Kita harus keluar dari pendekatan ‘bisnis seperti biasa’,” tegas Zafrul. Ia mendorong adopsi kebijakan yang lebih lincah dan visioner untuk melindungi kepentingan sosial ekonomi kawasan.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, turut memperingatkan bahwa tarif AS telah menghantam keras ekonomi Asia Tenggara. Dalam pertemuan para menlu ASEAN, ia menyerukan penguatan integrasi ekonomi sebagai tameng terhadap guncangan eksternal.

“Perang dagang AS–Tiongkok telah mengganggu pola produksi dan perdagangan global secara drastis,” ujarnya.

Tiongkok, sebagai mitra dagang terbesar ASEAN, mencatat nilai perdagangan bilateral sebesar US$234 miliar pada kuartal pertama 2025. Kementerian Perdagangan Tiongkok menyebut CAFTA versi 3.0 akan memperdalam integrasi rantai pasok dan memberikan kepastian bagi perdagangan regional.

Dalam pernyataan resmi, Beijing menilai perjanjian ini akan menjadi contoh kerja sama yang inklusif dan saling menguntungkan, terutama di tengah meningkatnya proteksionisme global.

Tiongkok semakin mempererat hubungan dengan Asia Tenggara menyusul gelombang tarif tinggi dari AS. Beberapa tarif memang sempat ditangguhkan, tetapi dampak ketegangan tetap terasa luas di kawasan.

“Tekanan eksternal terus meningkat, dan tantangannya belum pernah sebesar ini,” kata Mohamad Hasan. Ia menegaskan bahwa persatuan ASEAN kini sangat krusial. “Kita harus memperkuat ikatan kawasan agar tidak terpecah oleh tekanan dari luar,” tutupnya. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  ASEAN Perlu Percepat Integrasi Ekonomi Kawasan Antisipasi Tarif AS

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)