Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi.
Husen Miftahudin • 1 October 2025 11:03
Jakarta: Ketua Bidang Properti dan Infrastruktur Perkumpulan Lintas Profesi Indonesia (PLPI) Jhon Riyanto menilai langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengucurkan Rp200 triliun untuk perbankan merupakan pijakan yang tepat untuk menggerakkan konsumsi.
Namun menurut dia, agar tidak hanya berhenti pada peningkatan daya beli jangka pendek, pemerintah perlu segera melengkapi kebijakan ini dengan dorongan nyata terhadap investasi jangka panjang. Salah satunya investasi ke dalam aset-aset properti melalui Dana Investasi Real Estat (DIRE) atau Real Estate Investment Trusts (REITs).
"Pengembangan REITs harus menjadi prioritas. Itu berarti regulasi perpajakan yang lebih kompetitif, proteksi investor yang memadai, kejelasan aset yang dapat dimasukkan ke REIT, serta transparansi tata kelola," ungkap Jhon dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 1 Oktober 2025.
Dengan landasan regulasi yang kuat, jelas Jhon, Indonesia tidak hanya dapat menarik investor asing, tetapi juga memobilisasi dana domestik yang besar dari institusi keuangan, dana pensiun, hingga investor ritel.
Jika kebijakan konsumsi (melalui Rp200 triliun dana likuiditas) dikombinasikan dengan penguatan investasi (melalui REIT dan sovereign wealth fund), maka Indonesia berpeluang mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih produktif, inklusif, dan berkelanjutan.
"Inilah jalan ganda yang harus ditempuh, yakni konsumsi untuk mempercepat perputaran ekonomi jangka pendek, investasi untuk membangun fondasi pertumbuhan jangka panjang," tutur dia.
Konsumsi bukan satu-satunya mesin ekonomi
Pakar real estat dari Universitas Cornell Abdullah Syarifuddin menyatakan pertumbuhan ekonomi tidak dapat bertumpu pada konsumsi semata. Konsumsi rumah tangga memang berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap GDP Indonesia, tetapi jika tidak diimbangi dengan investasi, pertumbuhan akan cenderung bersifat jangka pendek dan rapuh.
"Dana Rp200 triliun yang dialirkan ke perbankan memang akan memicu kredit konsumtif dan produktif dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka menengah-panjang, hanya
investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja berkelanjutan, memperbaiki produktivitas, dan membangun kapasitas industri nasional," papar dia.
Adapun realisasi investasi sepanjang semester pertama 2025 mencapai Rp 942,9 triliun, mencatatkan kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih jauh dari potensi yang bisa diraih apabila ekosistem investasi di Indonesia lebih kondusif, transparan, dan terdiversifikasi.
"Di sinilah relevansi REITs menemukan tempatnya. Instrumen ini memungkinkan penggalangan dana dari publik dan investor institusi untuk diinvestasikan langsung ke aset-aset produktif seperti pusat logistik, perumahan, data center, hingga infrastruktur transportasi. Dengan struktur investasi kolektif, REITs membuka peluang masuknya dana besar ke sektor riil tanpa harus mengandalkan pembiayaan pemerintah semata," sebut Abdullah.
(Pakar real estat dari Universitas Cornell Abdullah Syarifuddin. Foto: dok Istimewa)
Motor investasi dan infrastruktur
Lebih lanjut Abdullah menjelaskan tentang pentingnya pengembangan REITs sebagai salah satu terobosan finansial untuk Indonesia. Ia melihat potensi besar skema ini sebagai jembatan antara kebutuhan modal infrastruktur dengan minat investor domestik maupun asing.
"REIT bukan sekadar instrumen finansial, melainkan strategi untuk memperkuat fondasi pembangunan jangka panjang melalui keterlibatan pasar modal," kata dia.
Pandangan ini diperkuat oleh Ishak Chandra, salah satu praktisi besar di industri properti Indonesia. Ishak melihat REIT sebagai peluang untuk mengalirkan dana segar ke sektor properti sekaligus meningkatkan likuiditas aset yang sebelumnya tidak produktif.
"Dengan pengalaman panjang mengelola proyek besar, Ishak menekankan keberhasilan REIT akan menciptakan multiplier effect yang signifikan bagi sektor konstruksi, jasa logistik, hingga penciptaan lapangan kerja baru," sebut dia.
Ishak mengakui, Indonesia memang masih menghadapi keterbatasan infrastruktur. Keterhubungan logistik antarwilayah belum optimal, biaya distribusi barang relatif tinggi, dan kapasitas transportasi publik serta energi terbarukan masih memerlukan tambahan investasi besar.
"Dalam situasi ini, REIT dapat berfungsi sebagai alternatif sumber pembiayaan di luar APBN, mengingat ruang fiskal pemerintah terbatas," urai dia.
Momentum juga mendukung. Industri konstruksi Indonesia diproyeksikan tumbuh 4,1 persen pada 2025, ditopang oleh investasi di sektor transportasi, perumahan, proyek energi, dan FDI yang terus mengalir.
"Jika REIT diperkuat regulasinya, maka sebagian besar pertumbuhan ini bisa diarahkan melalui instrumen investasi kolektif sehingga manfaatnya lebih terdistribusi," jelas Ishak.