Ilustrasi. Foto: dok MI/Ramdani.
Ade Hapsari Lestarini • 15 January 2025 11:38
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai beberapa kebijakan strategis dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan.
"OJK bersama stakeholder terkait akan membahas mengenai dukungan likuiditas bagi pembiayaan program tiga juta rumah," ujar Plt. Kepala Departemen Lietrasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi, dalam siaran pers, Rabu, 15 Januari 2025.
Hal ini mengingat besarnya kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk program dimaksud, antara lain penyempurnaan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP) di Pasar Modal.
Dia mengatakan, dengan berbagai dukungan kebijakan ini, diharapkan program Pemerintah untuk menyediakan tiga juta hunian dapat terlaksana dengan baik. Berikut kebijakan strategis OJK dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan:
1. Kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran
Sesuai POJK No.40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, penetapan kualitas Aset Produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar), yang juga berlaku untuk KPR.
Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya, yakni bank menilai dengan tiga pilar (prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar).
Ilustrasi Gedung OJK. Foto: dok MI/Ramdani
2. KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit)
Sebagaimana SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum, kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya antara lain kredit kepada korporasi.
Dalam ketentuan tersebut bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20 persen, berdasarkan Loan To Value (LTV).
Adapun LTV dalam konteks ATMR Kredit dihitung pada setiap posisi akhir bulan berdasarkan nilai tercatat kredit dibandingkan nilai agunan properti, sehingga dengan adanya pembayaran cicilan kredit dan semakin mendekati jatuh tempo, akan terjadi penurunan LTV yang diikuti dengan penurunan bobot ATMR kredit. Dengan demikian, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya.
3. Untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan, larangan pemberian kredit pengadaan/pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023
OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk pengadaan/pengolahan tanah. Sebelumnya terdapat larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah, sebagaimana diatur pada POJK No.44/POJK.03/2017 jo. POJK No.16/POJK.03/2018 tentang Pembatasan Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum untuk Pengadaan Tanah dan/atau Pengolahan Tanah.
Dengan dicabutnya larangan tersebut, bank diiimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik.