Politikus Partai Demokrat Korea Selatan, Lee Jae-myung. (EPA-EFE)
Seoul: Lee Jae-myung hampir dipastikan menang dalam pemilihan umum presiden Korea Selatan pada Selasa, 3 Juni 2025, setelah hasil exit poll dari sejumlah jajak pendapat memproyeksikan kemenangannya.
Mengutip dari Guardian, hasil penghitungan suara memperlihatkan keunggulan Lee atas kandidat terdekatnya, Kim Moon-soo, dengan perolehan 49,2 persen berbanding 41,7 persen, berdasarkan exit poll dari MBN.
Lee, seorang mantan pengacara hak asasi manusia berusia 61 tahun yang telah melakukan dua kali upaya menuju kursi kepresidenan di Gedung Biru, memanfaatkan gelombang kemarahan publik menyusul deklarasi darurat militer eks presiden Yoon Suk-yeol di awal Desember.
Masa Kecil yang ‘Menyedihkan’
Berasal dari keluarga miskin, Lee bukan sekadar politikus karismatik dari Partai Demokrat Korea; ia adalah simbol perjuangan kelas bawah yang menembus tembok kekuasaan.
Lahir pada 8 Desember 1963 dari keluarga buruh migran, perjalanan hidup Lee mencerminkan transformasi sosial
Korea Selatan dalam bentuk paling nyata.
Dari pekerja pabrik yang mengalami kecelakaan kerja hingga menjadi pengacara hak sipil, lalu menduduki jabatan wali kota, gubernur, dan kini menang dalam pemilu presiden, Lee membawa narasi rakyat kecil ke panggung politik nasional—dengan gaya yang tajam, berani, dan kerap memecah opini publik.
Dalam memoarnya baru-baru ini, Lee menggambarkan masa kecilnya sebagai "menyedihkan.” Lahir di sebuah desa pegunungan di Andong, Provinsi Gyeongbuk, ia adalah anak kelima dari lima bersaudara laki-laki dan dua bersaudara perempuan. Karena kondisi keluarganya yang sulit secara ekonomi, Lee tidak menempuh sekolah menengah demi bisa bekerja secara ilegal.
Sebagai pekerja pabrik di bawah umur, Lee mengalami kecelakaan industri di mana jari-jarinya tersangkut di sabuk listrik pabrik. Pada usia 13 tahun, ia mengalami cedera permanen setelah pergelangan tangannya tergencet mesin press.
Lee kemudian mendaftar dan diizinkan mengikuti ujian masuk sekolah menengah atas dan universitas, lulus pada tahun 1978 dan 1980. Ia melanjutkan studi hukum dengan beasiswa penuh, dan lulus Ujian Pengacara pada tahun 1986.
Memasuki tahun 1992, ia menikahi Kim Hye-kyung, dan memiliki dua orang anak.
Perjalanan Meniti Karier
Ia bekerja sebagai pengacara hak asasi manusia selama hampir dua dekade sebelum terjun ke dunia politik pada 2005, bergabung dengan Partai Uri yang beraliran sosial-liberal, pendahulu Partai Demokratik Korea dan partai yang berkuasa saat itu.
Meski pendidikannya yang buruk telah mengundang cemoohan dari anggota kelas atas Korea Selatan, keberhasilan Lee dalam membangun karier politiknya dari bawah ke atas telah membuatnya mendapatkan dukungan dari para pemilih kelas pekerja dan mereka yang merasa kehilangan haknya oleh elite politik.
Ia terpilih sebagai wali kota Seongnam pada 2010, meluncurkan serangkaian kebijakan kesejahteraan gratis selama masa jabatannya, dan pada tahun 2018 menjadi gubernur Provinsi Gyeonggi yang lebih luas.
Lee kemudian menerima pujian atas tanggapannya terhadap pandemi Covid-19, di mana ia berselisih dengan pemerintah pusat karena desakannya untuk memberikan bantuan universal bagi semua penduduk provinsi tersebut.
Pada masa inilah Lee menjadi kandidat presiden terakhir dari Partai Demokrat untuk pertama kalinya pada Oktober 2021 – kalah dengan selisih 0,76 poin persentase. Kurang dari setahun kemudian, pada Agustus 2022, ia terpilih sebagai pemimpin partai.
Sejak saat itu, kata Dr Lee, Lee mengurangi pendekatan kontroversial dan berapi-api yang selama ini membuatnya terkenal – dan memilih untuk bermain aman dan tidak menonjolkan diri.
Outsider Politik
Kisah kebangkitan dari kemiskinan menuju kemakmuran yang dipadukan dengan gaya politiknya yang agresif telah menjadikan Lee sebagai tokoh yang menarik banyak perhatian di Korea Selatan.
"Kehidupan Lee Jae-myung penuh dengan pasang surut, dan ia sering melakukan tindakan yang menimbulkan kontroversi," kata Dr Lee Jun-han, profesor ilmu politik dan studi internasional di Universitas Nasional Incheon, kepada BBC.
Tindakan-tindakan ini biasanya mencakup upaya reformasi progresif – seperti janji yang dibuatnya selama kampanye presiden 2022 untuk menerapkan skema pendapatan dasar universal – yang menantang struktur kekuasaan dan status quo yang ada di Korea Selatan.
"Karena itu, sebagian orang sangat mendukungnya, sementara yang lain tidak percaya atau tidak menyukainya," kata Dr Lee.
"Ia adalah tokoh yang sangat kontroversial dan tidak konvensional – orang luar (outsider) yang telah membuat namanya sendiri dengan cara yang tidak sesuai dengan norma-norma tradisional Partai Demokrat,” sambungnya.
Baca juga:
Exit Poll Proyeksikan Lee Jae-myung Terpilih sebagai Presiden Korea Selatan