Jurnalis asing hingga saat ini dilarang masuk ke Gaza. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 15 August 2025 16:05
Washington: Pada Kamis, 14 Agustus 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyatakan dirinya menginginkan Israel mengizinkan wartawan internasional keadaan di Jalur Gaza yang terkepung.
Sejak Oktober 2023, Israel melarang jurnalis internasional memasuki Gaza, kecuali beberapa kasus yang diizinkan, tetapi dengan pengawasan ketat dari militer Israel. Liputan dari Gaza, sebagian besar dilakukan oleh jurnalis lokal Palestina, menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), setidaknya 184 jurnalis Palestina tewas dibunuh oleh Israel semenjak perang dimulai.
"Saya ingin melihatnya terjadi, saya tidak masalah jika jurnalis masuk," kata Trump kepada para wartawan di Ruang Oval, seperti dikutip dari Anadolu, Jumat 15 Agustus 2025.
"Ini posisi yang sangat berbahaya, seperti yang anda tahu, jika anda seorang jurnalis, tetapi saya ingin melihatnya,” ujar Trump.
Koresponden Al Jazeera Arabic di Gaza, Anas al-Sharif dan Mohamed Qraiqea, bersama tiga orang lainnya tewas dalam serangan Israel pada Minggu malam. Serangan tersebut dilaporkan menargetkan sebuah tenda yang digunakan para jurnalis di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza.
Israel terus menolak seruan internasional untuk gencatan senjata. Sejak Oktober 2023, militer Israel telah melancarkan serangan brutal di Gaza, mengakibatkan lebih dari 61.000 warga Palestina tewas, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Kampanye militer ini telah menyebabkan kehancuran di seluruh wilayah Gaza, yang kini juga menghadapi krisis kelaparan.
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu untuk memperluas operasi militer dan menduduki Kota Gaza, walaupun meningkatnya kekhawatiran intersional mengenai pembersihan etnis dan genosida terhadap warga Palestina.
Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Netanyahu dan Menterri Pertahanan Israel, Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza pada November lalu.
Dalam putusan sementaranya terkait situasi di Gaza, Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun lalu mengatakan bahwa masuk akal jika tindakan Israel dianggap sebagai Genosida.
Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan perintah sementara yang mewajibkan Israel untuk mematuhi hukum internasional. Hal ini bertujuan untuk memastikan bantuan dan layanan vital dapat menjangkau warga Palestina di Gaza yang terkepung.
(Kelvin Yurcel)