Sungai Code Yogyakarta Tercemar Logam Berat dan Limbah Antibiotik

Ilustrasi. Medcom.id

Sungai Code Yogyakarta Tercemar Logam Berat dan Limbah Antibiotik

Media Indonesia • 22 March 2024 13:47

Yogyakarta: Hasil penelitian staf pengajar Fakultas Geografi UGM, Lintang Nur Fadlillah, menyebut, air Sungai Code ternyata memiliki kandungan senyawa logam yang sangat tinggi. 

Hal itu diketahui setelah dia bersama timnya mengumpulkan 24 sampel air permukaan sepanjang Sungai Code Yogyakarta, dari kawasan hulu di kawasan Merapi hingga muara pantai. 

"Kalau kita lihat sedimen di Jogja ini memang kandungan logamnya tinggi. Kita mengambil sampel pada limbah bengkel yang langsung dibuang ke sungai," kata Lintang memaparkan hasil penelitiannya, Jumat, 22 Maret 2024.
 

Baca: Pemkot Sukabumi Ketar-Ketir Hadapi Persoalan Sampah
 
Dia menjelaskan hasil penelitian tersebut kemudian juga menjadi dasar pemetaan sebaran titik penumpukan limbah dan sumber polutannya.

"Selain kandungan logam berat, kami menemukan pula kandungan antibiotik yang berlebihan. Padahal kandungan antibiotik berlebihan tersebut bisa mempengaruhi terhadap kualitas air sungai," jelasnya.

Menurut dia kandungan antibiotik di lingkungan Sungai Code ini muncul dari banyak sumber, seperti dari limbah rumah sakit, limbah kimia, bahkan dari limbah peternakan. Mayoritas limbah di sungai yang ada di Yogyakarta tidak berasal dari pabrik atau industri besar, melainkan dari rumah tangga dan usaha domestik mikro dan menengah.

Menurut Lintang tingginya kandungan logam dan antibiotik berlebihan di Sungai Code ini ditengarai akibat sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang masih lemah.

Lintang merekomendasikan agar pemerintah daerah turut memberikan perhatian serius pada pengelolaan IPAL di Kota Yogyakarta. Sebab sistem IPAL berperan penting dalam mengatasi masalah pencemaran air sungai.

Sementara ini pengawasan IPAL untuk industri makro, seperti pabrik dan perhotelan sudah memiliki ketentuan ketat, namun untuk skala mikro seperti limbah rumah tangga belum dilakukan secara maksimal.

"Tidak banyak desa di Yogyakarta yang secara aktif memiliki sistem IPAL, karena keterbatasan sumber daya dan perhatian masyarakat akan lingkungan yang masih minim," ujarnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)